Mohon tunggu...
Umi Kalsum
Umi Kalsum Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

mahasiswi S1 semester 4 Hubungan Internasional di UIN Sunan Ampel Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Yang Memberi Rasa Aman Juga Menghilangkan Rasa Aman

26 Juni 2021   22:01 Diperbarui: 26 Juni 2021   22:20 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DIMANA KEAMANAN INDONESIA UNTUK WANITA?    
Yang Memberi Rasa Aman, Juga Menghilangkan Rasa Aman
Oleh Umi Kalsum I72219054

 

Ketika kita mendengar kata "Polisi" yang muncul pada pikiran kita adalah "Keamanan" tetapi apabila kita menanyakan korban remaja yang berusia 16 yang akan kita bahas ini, tentunya bukanlah kata "Keamanan" yang akan terlintas dalam pikirannya namun bisa jadi "Trauma" ataupun kata "Takut" yang terlintas. Polisi merupakan alat negara untuk mengamankan masyarakat, menertibkan masyarakat, dan mengayomi masyarakat. Polisi ada untuk memberikan rasa aman kepada masyarakatnya, apabila yang bertugas untuk memberikan rasa aman ini malah berbanding terbalik, bukannya menolong malah menjadi penyebab terjadinya suatu kejahatan atau kekerasan dan sejenisnya, lalu harus kemanakah masyarakat mencari rasa aman itu? 

Penulis mengambil contoh dari kasus yang terjadi di maluku utara yang terjadi sekitar 16 juni 2021, seorang polisi melakukan pemerkosaan kepada remaja berusia 16 tahun. Kronologinya korban bersama temannya sedang menginap di suatu tempat di daerah sidongali, pada pukul 01.00 dini hari, tiba-tiba tempat tersebut didatangi mobil patroli lalu korban dan temannya dibawa ke kantor polisi karena diduga telah melakukan pelarian diri, kemudian diberi beberapa pertanyaan mengenai pelarian diri, korban pun mengatakan bahwa dirinya dan temannya telah izin kepada orang tua mereka untuk menginap di tempat tersebut. Lalu korban ditempatkan di ruangan terpisah dari temannya lalu dikunci oleh pelaku.    

Tidak lama kemudian teman korban mengunjungi ruangan tempat korban dikunci, teman korban mengatakan beberapa saat yang lalu ruangannya sempat gelap, dari ruangan tersebut teman korban melihat korban sedang menangis dan mengatakan dirinya telah diperkosa oleh pelaku (Briptu II) pelaku mengancam korban apabila menolak menuruti nafsu pelaku, korban diancam akan dimasukkan penjara. Tidak hanya pemerkosaan yang dilakukan pelaku tetapi juga kekerasan dan kata-kata kasar dan makian dilontarkan oleh pelaku kepada korban. 

Saat ini pelaku telah diamankan dan terancam 15 tahun penjara dan pencabutan jabatan. Seorang polisi yang sedang berpatroli untuk mengamankan remaja yang diduga sedang melakukan pelarian diri, bagaimana bisa malah berubah menjadi melakukan tindakan pemerkosaan dan kekerasan. Hal seperti ini terjadi dikarenakan wanita seringkali dipandang lemah dan tak berdaya, terlebih lagi korban masih dibawah umur maka pelaku sempat mengancam dan membohongi korban untuk menuruti nafsu biadabnya. 

Pada kasus ini, lagi-lagi wanita yang menjadi korban kebih parahnya seorang remaja dibawah umur. Pemerkosaan dapat menimbulkan rasa trauma kepada korban, rasa trauma itu bisa tidak hilang seumur hidup tergantung dari orang yang mengobati dan juga tergantung dari semangat korban. Perlunya ada pengobatan khusus untuk korban agar menghilangkan rasa trauma. 

Penyebab hal seperti ini sering terjadi karena kurangnya kesadaran akan kewajiban tugas yang harus dijalani untuk negara, dan kurangnya pelatihan bimbingan ketika masih dalam masa pelatihan kepolisian. Hal seperti ini menurut penulis mengakibatkan turunnya rasa kepercayaan masyarakat terhadap keamanan negara, saat ini demi mengembalikan citra baik kepolisian di Indonesia, maka kepolisian indonesia sebaiknya lebih memperketat pelatihan, pembinaan, dan sebagainya tentang kecintaan terhadap negara, dan lebih menumbuhkan rasa mengayomi, dan memberikan rasa aman kepada masyarakat agar kasus serupa yang dilakukan oleh pihak keamanan negara seperti ini tidak terjadi lagi.

Di Indonesia, kasus seperti ini masih banyak yang terjadi, dan banyak juga yang tidak seberuntung korban dalam kasus pemerkosaan yang dilakukan seorang polisi ini, banyak kasus yang malah menyalahkan korban. Perempuan sering kali menjadi korban pelecehan, menjadi korban pemerkosaan, dan menjadi korban kekerasan yang lain, karena menurut penulis masyarakat luas kebanyakan menganggap wanita merupakan makhluk yang lemah, dan tidak dapat melakukan perlawanan. 

Terjadinya hal ini dikarenakan kurang tegas dan lemahnya hukum di indonesia menyebabkan para wanita yang mendapatkan perlakuan buruk menjadi merasa tidak akan ada yang mempercayai apa yang dirinya katakan, dan juga banyak kasus korban pemerkosaan malah dituduh dirinya sendiri yang disalahkan (Victim Blaming) dan pada akhirnya dinikahkan dengan pelaku pemerkosaan. 

Seperti yang terjadi di tempat karaoke XKTV, Senayan City, pada akhir bulan Juli 2011. Contoh "Victim blaming" seperti "kamu sih pakai baju sexy!" "kamu sih selalu pulang malam!" "makanya pakai baju yang tertutup dong!" padahal pemerkosaan dan semacamnya tidak ada hubungannya dengan cara berpakaian dan kapan waktu pelecehan. Dilansir dari BBC (Pelecehan Seksual Di ruang Publik Mayoritas Korban Berhijab, Bercelana Panjang, Dan Terjadi Di Siang Bolong) Dalam temuan survei, mayoritas korban pelecehan seksual di ruang publik tidak mengenakan baju terbuka, melainkan memakai celana atau rok panjang (18%), hijab (17%) dan baju lengan panjang (16%).

Hasil survei juga menunjukkan waktu korban mengalami pelecehan mayoritas terjadi pada siang hari (35%) dan sore hari (25%). Jadi pelecehan seksual dikarenakan baju atau waktu tertentu, semua itu karena para pelaku yang tidak bisa mengendalikan nafsu.

Tetapi hal-hal seperti "victim blaming" dapat diatasi dengan diberikannya edukasi tentang berbagai macam pelecehan, dan bagaimana cara menghadapinya. Kebanyakan para wanita tidak mempunyai keberanian untuk melapor karena takut malah dirinya sendiri yang disalahkan. Jadi sangat perlu adanya edukasi ini. 

Terlebih lagi kepada keluarga atau teman dekat disekitar kita, karena orang-orang tersebutlah tempat kita berbagi cerita, berbagi apa saja yang telah kita lalui dalam sehari-hari, apabila orang terdekat kita belum cukup teredukasi tentang hal ini apabila terjadi hal yang tidak kita inginkan dan ternyata orang terdekat kita sedang melakukan "victim blaming" secara sadar ataupun tidak sadar, itu cukup membuat korban menjadi stres dan memperparah trauma. 

Namun keberanian remaja yang berusia 16 tahun ini dia mempunyai keberanian untuk melaporkan apa yang menimpa dirinya, tindakannya patut diacungi jempol. Tidak banyak perempuan yang berani melaporkan apa yang menimpa dirinya karena itu tadi, takut akan adanya "Victim Blaming"    

Tidak perlu khawatir kawan, saat ini sudah banyak aktivis perempuan yang memperjuangkan gender equality, di sosial media instagram juga sudah banyak akun-akun yang menyediakan konten edukasi tentang keamanan untuk wanita, salah satunya seperti akun instagram milik perempuan asal belanda bernama Noa Jansma yang menunjukkan foto-foto dirinya berselfie dengan pelaku catcaller dan menunjukkan wajah pelaku catcaller dengan username @dearcatcaller. Keberanian pemilik akun ini patut diacungi jempol. Good Job Noa Jansma!. Dan tetap semangat juga ya untuk remaja 16 tahun di Maluku!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun