Mohon tunggu...
Yonathan Lu Walukati
Yonathan Lu Walukati Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang pemalas yang kadang suka menulis

Panggil saja Jo.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Menanti Penantang Jokowi

6 Juli 2018   21:45 Diperbarui: 6 Juli 2018   22:14 758
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Dok. Pribadi)

Siapakah penantang Jokowi pada pilpres 2019 nanti? Saya kira pertanyaan ini lebih sering muncul dibenak kita daripada menanyakan siapa calon wakil Jokowi. Sebab, calon wakil Jokowi sudah ada. Dan kapan keluarnya, itu tergantung Jokowi memilih siapa. Entah si A, si B, atau si C.

Semakin lama mengulur pengumuman Cawapres akan semakin solid dukungan koalisinya. Dan semakin bertambah pula orang yang lompat pagar berbalik mendukungnya. Buktinya TGB itu. Entahlah. Mungkin TGB ingin memberi sinyal untuk menawarkan diri jadi Cawapres Jokowi.

Lalu seperti apa sikap kita terhadap mereka yang seolah-olah suka meloncat dan berpindah dukungan seperti itu? Sebab kita tahu bahwa TGB ini sudah digadang-gadang jadi presiden, dan sudah punya banyak fans di seluruh Indonesia. 2014 pun beliau juga adalah ketua tim pemenangan Prabowo di NTB, di sana Jokowi cuma dapat sekotar  30% suara saja. Yah realistisnya tidak apa-apa. Sebab inilah politik, seni segala kemungkinan. 

Bekas lawan yang akhirnya jadi kawan katanya akan sangat loyal karena mereka harus membuktikan sesuatu terlebih dahulu. Semacam pembuktian bahwa dukungan mereka tak lebih dari sebuah pengelabuan atau sikap pura-pura semata. Semoga dukungan mereka bisa juga berbuah dukungan elektoral.

Lalu, siapakah penantang serius yang akan siap melawan Jokowi? Sepertinya permainan semakin seru. Setelah gagal meminta JK jadi 'pengasuh' AHY, kini Prabowo yang diharapkan mau menggantikan peran itu. Pasangan Prabowo-AHY sedang dijodoh-jodohkan. Mungkinkah ini akan menjadi penantang Jokowi pada pertarungan pilpres 2019? Patut kita nantikan. Dari sisi partai pasangan ini menguntungkan Demokrat dan Gerindra. Mereka punya bahan jualan untuk meningkatkan elektabilitas partainya. 

Sedangkan dari sisi Pilpres, pasangan ini mungkin tidak akan banyak menambah elektabilitas Prabowo. Keduanya berlatar belakang militer. Keduanya Jawa. Keduanya pernah gagal. Prabowo dua kali gagal Pilpres. AHY gagal di Pilkada DKI.

Dalam politik memang ada pepatah yang mengatakam kegagalan adalah kemenangan pihak lawan. Mungkin karena itulah pihak lawan Jokowi tidak ingin menunda lagi untuk gagal yang berikutnya. Ini adalah jalan keluar win-win. Prabowo akhirnya punya pasangan sekaligus bisa maju Pilpres. Dan bagi SBY, akhirnya ada yang mau juga jadi baby mengasuh anaknya. 

Sebagai masyarakat awam, kita mungkin akan membaca skenario pihak lawan yang masih kebingungan menentukan siapa sosok penantang yang tepat untuk bertarung melawan Jokowi. Sementara itu, pergerakan tanpa bola dari mereka dibaca sebagai ekspresi kegalauan ketua umum partai yang sedang terengah-engah mengirim bola ke tengah lapangan tanpa tujuan. Dan itu bisa menjadi keuntungan tersendiri bagi kubu Jokowi, sebab ketika pihak lawan semakin mepet memutuskan koalisi Pilpres maka akan semakin longgar juga peluangnya untuk mendapat tempat.

Tinggal 4 minggu lagi masa pendaftaran capres dan cawapres dibuka. Namun pihak lawan belum memiliki amunisi yang cukup jika hanya mengandalkan Prabowo-AHY. Sebab pasangan ini mungkin tidak akan banyak menambah elektabilitasnya karena keduanya berlatar belakang militer dan sama-sama berasal dari Jawa.

Sementara itu,  PKS masih menyodok-nyodok dengan menenteng Anies Baswedan dan Ahmad Heryawan. Atau bisa juga menawarkan Anies-AHY yang artinya merombak poros Gerindra-Demokrat. Jika itu terjadi, PKS dan Demokrat pun tidak akan bisa berkoalisi sebab suaranya tidak cukup banyak. Butuh satu partai lagi untuk diajak bergabung. 

Bagaimana dengan PAN? Langkahnya mulai mati angin. Kemungkinan besar PAN malah akan balik badan ke kubu Jokowi dengan tetap membiarkan Amien Rais ngoceh di luar arena. Dilain sisi, suara Cak Imin jadi mahal. Sebab PKB tergolong cerdik dalam memainkan perannya. Mereka kampanye Jokowi-Caik Imin kemana-mana tapi secara partai belum resmi memberikan dukungan ke Jokowi. Itu artinya satu kakinya sudah ada di gerbong Jokowi. Kaki lainnya masih ditawarkan ke pihak lawan. Kalau ada yang berani menawar harga PKB gak akan semurah PAN atau PKS.

Lalu, kemanakah arah perpolitikan Gatot Nurmantyo? Kabarnya dia sedang plesir ke Amerika. Mungkin saja nanti kepulangannya membawa nuansa baru yang mengubah posisi bidak catur perpolitikan ini. Gatot Nurmantyo menjadi sosok yang paling siap untuk mengisi posisi penyerang utama ditambah Anis Baswedan diposisi wakilnya.

Duet ini dari hitungan matriks menempati posisi paling tinggi sebagai duet maut melawan Jokowi. Sebab GN dan Anies Baswedan adalah calon paling bertenaga yang punya kekuatan lumayan untuk mengimbangi kekuatan Jokowi. Baik dari stamina jasmani maupun logistik. Modal basis suara juga dominan jelas warnanya. Genk 212.

Siapa lawan yang cocok untuk menantang Jokowi? Kita tunggu 4 minggu lagi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun