Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pilpres 2024: Perubahan Vs Bansos

9 Februari 2024   10:24 Diperbarui: 10 Februari 2024   04:13 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi membagikan bansos di lapangan sepak bola Klumpit Tingkir Salatiga, Jawa Tengah. (Dok. Sekretariat Presiden via kompas.com)

Pemilihan Presiden 2024 tidak lagi mempertentangkan keberlanjutan dan perubahan. Masifnya pembagian bantuan sosial (bansos) dalam bentuk sembako dan uang tunai (BLT) membuat pertarungan bergeser menjadi perubahan versus bansos.

Seperti kita ketahui Pilpres 2024 diikuti oleh 3 pasang calon (paslon) yakni nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan -- Abdul Muhaimin Iskandar (AMIN) yang mengusung tema perubahan.

Paslon nomor urut 2 Prabowo Subianto -- Gibran Rakabuming Raka yang getol ingin melanjutkan kinerja Presiden Joko Widodo, serta paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo -- Mahfud MD yang netral.

Awalnya isu perubahan versus keberlanjutan berjalan seimbang. Kedua kubu saling melempar alasan dan gagasan di balik tema yang diusung. Perlahan masyarakat terpolarisasi dalam kedua kubu meski tidak sampai melibatkan emosi tinggi seperti pada Pilpres 2019.

Saat itu perbedaan antara kubu Prabowo dan Jokowi sangat tajam dan sempat memanas. Kedua kubu saling hina dengan sebutan cebong dan kampret. Meski kemudian Prabowo bergabung dengan Jokowi setelah dua kekalahan memilukan, sebutan cebong - kampret tidak sertamerta reda.

Cebong - kampret baru benar-benar hilang setelah Prabowo merangkul Gibran yang ditengarai sebagai skenario Jokowi melanggenggkan kekuasaan melalui anaknya setelah para pendukungnya gagal total mewujudkan ambisi perpanjangan masa jabatan presiden.

Secara alamiah, pendukung Prabowo di Pilpres 2019 yang mayoritas oposan terhadap pemerintahan Jokowi, berpaling ke Anies -- Muhaimin. Mereka merasa dikhianati oleh Prabowo dan memilih konsisten bersebarangan secara politik dengan Jokowi.

Di sisi lain, pendukung dan relawan Jokowi, minus kader dan simpatisan PDIP, berbalik mendukung Prabowo. Tidak tersisa lagi hujatan, makian dan cemooh terhadap Prabowo, berganti narasi pembenar atas tindakannya di masa lalu. Sosok Prabowo yang dicap begitu buruk, kini dipuja bak tanpa dosa.

Adagium tidak ada kawan dan lawan abadi dalam politik, menampakkan wajahnya dengan sempurna.

Tetapi kontestasi mulai tidak seimbang ketika pemerintahan Jokowi meningkatkan bansos beras dan uang tunai. Bahkan Menteri Keuangan Sri Mulyani, sesuai arahan Presiden Jokowi, melakukan pemblokiran anggaran (automatic adjustment) di beberapa kementerian karena membutuhkan tambahan anggaran untuk bansos.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengakui hasil pemblokiran anggaran sebesar Rp 50,14 triliun digunakan untuk BLT pangan dan subsidi pupuk.

Saat ini total anggaran untuk bansos mencapai Rp 496 triliun, atau melonjak sekitar 20 persen dibanding tahun sebelumnya. Bahkan sudah mendekati angka saat puncak pandemi.

Dikutip dari Majalah Tempo, sumber di Kementerian Keuangan menyebut penambahan anggaran bansos dikebut usai Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang memberi jalan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, menjadi peserta kontestasi Pilpres 2024.

Nuansa adanya korelasi antara peningkatan bansos dengan upaya pemenangan Gibran menemukan pembenarnya ketika selama musim kampanye Jokowi bersama Ibu Negara Iriana, keliling pelosok Jawa untuk membagikan bansos.

Meski telah dibantah dan Jokowi mengatakan dirinya netral, tetapi rasa adanya keberpihakan itu sulit dibendung. Terlebih para punggawa di sekitarnya, termasuk Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, senantiasa menarasikan bansos sebagai bantuan Presiden Jokowi.

Melihat fakta demikian, maka Pilpres 2024 bukan lagi pertarungan isu perubahan versus keberlanjutan program Jokowi. Pertarungan sesungguhnya adalah perubahan versus bansos plus dugaan ketidaknetralan aparat dan penjabat kepala daerah yang didrop dari pusat.

Berbagai kesulitan yang dialami kubu Anies-Muhaimin ketika mencari lokasi acara "Desak Anies", berbanding terbalik dengan Prabowo-Gibran yang seperti mendapat perlakuan khusus untuk menggunakan fasilitas pemerintah dengan dalih sewa.

Demikian juga upaya penjegalan lainnya, seperti sulitnya pendukung AMIN menyewa moda transportasi untuk menghadiri kampanye karena pemiliknya konon mendapat tekanan dari aparat.

Kini kita akan menyaksikan apakah rakyat Indonesia cukup cerdas dan mau mengesampingkan tebaran bansos dalam memilih calon pemimpinnya. Siapa pun yang dipilih, apakah perubahan atau keberlanjutan, tidak terlalu penting.

Yang utama dan terpenting adalah memilih dengan menggunakan akal sehat berdasar rekam jejak dan program capres, bukan karena diberi bansos atau karena ada intimidasi aparat.

Jangan sampai demokrasi yang kita perjuangkan bersama, mengorbankan nyawa putra-putra terbaik bangsa, juga tetesan keringat, darah dan air mata, runtuh dan sia-sia karena bansos. Jadilah pemilih merdeka, bebas memilih calon pemimpinnya tanpa rasa takut.

Salam @yb

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun