Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Prediksi Hasil Pilpres 14 Februari 2024

1 Februari 2024   08:17 Diperbarui: 1 Februari 2024   19:46 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiga paslon kontestan PIlpres 2024. Foto: thumbnail Kompas TV.

Hari pencoblosan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024 tinggal 2 minggu. Ini waktu yang krusial bagi semua pasangan calon (paslon) peserta kontestasi elektoral lima tahunan. Apakah akan berlangsung 1 atau 2 putaran? Silakan simak uraiannya.

Pilpres 2024 diikuti tiga paslon yakni nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan -- Abdul Muhaimin Iskandar, nomor urut 2 Prabowo Subianto -- Gibran Rakabuming Raka, dan nomor urut 3 Ganjar Pranowo -- Mahfud MD.

Ketiga paslon memiliki basis pendukung yang solid dan militan. Anies-Muhaimin (AMIN) didukung mayoritas warga Muhammadiyah, warga Nahdlatul Ulama (NU), generasi muda dan kelompok milenial perkotaan, sebagian besar pendukung Prabowo di Pilpres 2019, serta kelompok prodemokrasi yang selama ini oposan terhadap pemerintah.

Prabowo-Gibran mengandalkan dukungan dari pemilih partai pengusung, relawan Presiden Joko Widodo, dan sebagian kaum nasionalis yang beda pilihan dengan keputusan elit PDIP.

Pasangan Ganjar-Mahfud didukung kelompok nasionalis pedesaan yang selama ini menjadi basis PDI Perjuangan, dan sebagian kecil swing voters yang terpincut sosok Mahfud sebagai ahli hukum yang dicitrakan berani dan bersih.

Tentu ada irisan pendukung. Misalnya kelompok nasionalis ada juga yang mendukung AMIN. Demikian halnya warga Nahdliyin dan milenial perkotaan, terdistribusi juga ke kubu Prabowo dan Ganjar.

Untuk memetakan dukungan dan persentase suara yang akan diraih setiap paslon, digunakan beberapa variabel. Analisa ini tidak mengacu atau berpatokan pada hasil survei yang sering tidak linier dengan real count, melainkan berdasar hunting persepsi publik.

Metode ini terdiri dari dua cara yakni bertemu langsung dengan masyarakat, dan menelisik percakapan di media sosial secara manual. Contohnya melihat postingan dan celoteh dalam debat grup-grup medsos.

Analisa juga didasarkan pada pengalaman penulis selama meliput dan mengikuti gelaran pemilu legislatif, pilpres dan pilkada sejak reformasi. Ada fakta menarik di mana pilihan politik masyarakat tidak berubah sekalipun ada isu luar biasa pada tokoh yang didukung.

Itu sebabnya ada pilkada yang dimenangkan oleh calon yang telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi seperti Satono (Lampung Timur), Ismail Ishak (Mesuji), Jefferson Rumanjar (Tomohon), Yusak Yaluwo (Boven Digul), Agusrin Najamuddin (Bengkulu), Syahri Mulyo (Tulungagung), dll.

Oleh karenanya, meski Gibran maju pilpres dengan bekal aturan yang melanggar etika, dan disebut kemlinthi, hal itu tidak akan mengubah preferensi politik pendukungnya yang notabene pendukung bapaknya.  

Kedua hal itu yang dikombinasikan untuk memprediksi hal Pilpres 2024. Bagaimana hasilnya?

Pilpres 2024 akan berlangsung 2 putaran. Hal ini tidak terlepas dari pola pendekatan dan kampanye pasangan nomor urut 1 yang mampu menggaet suara pemilih mengambang.

Jumlah kelompok ini cukup signifikan sehingga mampu mempengaruhi hasil Pilpres 2024. Gema perubahan yang digaungkan dan menjadi tagline paslon nomor urut 1, menemukan momentumnya karena relate dengan aspirasi kelompok terdidik dan kaum milenial perkotaan yang selama ini dipersepsikan sebagai swing voters.

Mereka dapat melihat rusaknya tatanan demokrasi akibat ambisi lingkar dalam istana mempertahankan kekuasaan. Ditambah lagi berbagai kegagalan program pemerintah seperti hilirisasi sumber daya alam secara ugal-ugalan yang berimbas pada tingginya laju deforestasi dan kerusakan alam.

Mereka juga merasakan ketidakberdayaan pemerintah melakukan stabilisasi harga di angka yang sesuai dengan pendapatan minimum masyarakat, serta kian melebarnya gap gini ratio yang tercermin dari penguasaan lahan produksi dan ekonomi hanya oleh segelintir orang.

Kelompok terdidik dan generasi milenial perkotaan yang merasakan sulitnya mencari kerja sesuai kompetensi yang dimiliki, menjadi muak dengan klaim keberhasilan pembangunan. Sebab mereka bisa dengan mudah mendapat informasi tentang oligarki, kelompok penikmat kekayaan alam, dan ketimpangan ekonomi yang berdampak langsung pada masa depannya.

Kampanye dua arah "Desak Anies" mendapat apresiasi dari kaum muda karena dapat menjadi saluran melepas unek-unek sambil berharap ada perubahan dari kondisi saat ini sehingga mereka memiliki kesempatan untuk menata harapan ke depan.

Elektabilitas Anies terus merangkak setelah memasuki Januari 2024. Tagline "Perubahan" mampu mengalahkan narasi "Lanjutkan" yang disuarakan kubu paslon nomor urut 2.

Dampaknya paslon nomor urut 2 kesulitan menambah basis dukungan, menthok pada kader dan simpatisan partai pengusung, serta relawan dan pengagum Presiden Jokowi. Apesnya, suara pendukung Partai Golkar, PAN, dan Demokrat tidak utuh.

Pemilih Golkar yang sering dipersepsikan sebagai pemilih cerdas, paham bahwa dukungan kepada Prabowo-Gibran tidak semata berdasar strategi politik dengan tujuan pemenangan partai, melainkan bagian dari upaya mengamankan petinggi partai dari jerat hukum.

Seperti kita ketahui, dalam beberapa tahun terakhir, ada politisasi hukum yang dimulai dari pelemahan KPK. Mereka yang tidak sejalan dengan kemauan penguasa, bisa tiba-tiba tersandung masalah hukum.

Bagaimana dengan PAN? Basis pendukung PAN adalah warga Muhammadiyah yang lebih dekat dengan isu-isu yang digaungkan Anies Baswedan. Kondisi serupa terjadi di tubuh Partai Demokrat yang selama hampir 10 tahun beroposisi dan menggaungkan perubahan.

Bukan hanya di kalangan grassroot, konon bahkan banyak pengurus partai yang diam-diam tidak sejalan dengan dengan keputusan Ketua Majelis Tinggi Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono ketika mengalihkan dukungan ke Prabowo, dan harus menyeru keberlanjutan kebijakan Jokowi yang sebelumnya ditentang.

Mereka paham, mengkampanyekan Prabowo sama sekali tidak memberi keuntungan elektoral bagi Demokrat. Efek ekor jas (coat-tail effect) hanya dinikmati Gerindra dan PSI yang dinahkodahi adik Gibran, Kaesang Pangarep.  

Sebagai penguat argumen ini, dapat dilihat dari alat peraga kampanye kader-kader Demokrat yang alergi mencantumkan gambar Prabowo, terlebih Gibran. Bahkan ketika menggelar kampanye akbar pun Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono tidak mengajak pendukungnya memilih Prabowo-Gibran.

Dan yang paling telak, sebagian besar pendukung Prabowo di Pilpres 2019 berubah menjadi antipati. Bergabungnya Prabowo dalam Kabinet Indonesia Maju (KIM) dianggap sebagai bentuk penkhianatan terhadap aspirasi pendukungnya.

Terlebih Prabowo juga gagal menorehkan prestasi selama di kabinet. Food estate yang ditangani gagal total. Dari lima lokasi food estate yakni Kalimantan Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Nusa Tenggara Timur dan Papua, tidak ada satu pun yang berhasil.

Di Gunung Mas, Kalimantan Tengah, yang diklaim Gibran berhasil, kondisinya justru lebih parah. Tidak hanya gagal panen singkong, dan diganti dengan tanaman jagung dalam polybag, proyek food estate Gunung Mas menyebabkan kerusakan lingkungan dan banjir parah di daerah pemukiman sekitar.

Dari sisi pertahanan yang konon menjadi keahlian Prabowo, kita tidak melihat kemajuan berarti. Bahkan terjadi penurunan peringkat Indonesia pada Global Peace Index, dan tidak tercapainya kekuatan pokok minimal (minimum essential force).

Prabowo malah terkesan menjadi beban pemerintah dengan ambisinya memperkuat pertahanan model lawas yang mengandalkan jumlah alat utama sistem senjata (alutsista). Lucunya akan dipenuhi dengan alutsista bekas, bukan memodernisasi, dengan modal utang. Beruntung Menteri Keuangan berani menolak sehingga negara tidak menanggung beban utang yang tidak perlu.

Perolehan suara paslon nomor urut 2 semakin turun manakala Ganjar-Mahfud dapat mempertahankan dominasinya di Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur yang menjadi basis PDIP, sebagaimana Anies yang mampu menggerus suara Prabowo di Jawa Barat.

Di sinilah ujian sesungguhnya bagi PDIP (baca: Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri), di tengah upaya keras lawan merusak soliditas kader-kadernya melalui politik bansos. Sayangnya, andai pun mampu mampu mempertahankan basis suara PDIP, paslon nomor urut 3 gagal meraih dukungan dari basis lain.

Sulit bagi Ganjar-Mahfud mendapat dukungan dari pemilih PPP. Dukungan PPP tidak lebih perahu tanpa penumpang alias gerbong kosong.

Meski demikian, keberhasilan PDIP mempertahankan basis konstituennya akan berbanding lurus dengan kegagalan narasi 1 putaran yang digaungkan paslon nomor urut 2.

Oleh karenanya, Pilpres 2024 akan berlangsung 2 putaran di mana pada putaran pertama paslon nomor urut 1 memperoleh 29-33 persen suara, paslon nomor urut 2 pada kisaran 39-42 persen suara dan paslon nomor urut 3 sekitar 23-26 persen suara.

Jika pun terjadi kondisi tidak terduga, pergeserannya ada pada rentang 3 persen sehingga tetap tidak ada paslon yang menang 1 putaran.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun