Oleh karenanya, meski Gibran maju pilpres dengan bekal aturan yang melanggar etika, dan disebut kemlinthi, hal itu tidak akan mengubah preferensi politik pendukungnya yang notabene pendukung bapaknya. Â
Kedua hal itu yang dikombinasikan untuk memprediksi hal Pilpres 2024. Bagaimana hasilnya?
Pilpres 2024 akan berlangsung 2 putaran. Hal ini tidak terlepas dari pola pendekatan dan kampanye pasangan nomor urut 1 yang mampu menggaet suara pemilih mengambang.
Jumlah kelompok ini cukup signifikan sehingga mampu mempengaruhi hasil Pilpres 2024. Gema perubahan yang digaungkan dan menjadi tagline paslon nomor urut 1, menemukan momentumnya karena relate dengan aspirasi kelompok terdidik dan kaum milenial perkotaan yang selama ini dipersepsikan sebagai swing voters.
Mereka dapat melihat rusaknya tatanan demokrasi akibat ambisi lingkar dalam istana mempertahankan kekuasaan. Ditambah lagi berbagai kegagalan program pemerintah seperti hilirisasi sumber daya alam secara ugal-ugalan yang berimbas pada tingginya laju deforestasi dan kerusakan alam.
Mereka juga merasakan ketidakberdayaan pemerintah melakukan stabilisasi harga di angka yang sesuai dengan pendapatan minimum masyarakat, serta kian melebarnya gap gini ratio yang tercermin dari penguasaan lahan produksi dan ekonomi hanya oleh segelintir orang.
Kelompok terdidik dan generasi milenial perkotaan yang merasakan sulitnya mencari kerja sesuai kompetensi yang dimiliki, menjadi muak dengan klaim keberhasilan pembangunan. Sebab mereka bisa dengan mudah mendapat informasi tentang oligarki, kelompok penikmat kekayaan alam, dan ketimpangan ekonomi yang berdampak langsung pada masa depannya.
Kampanye dua arah "Desak Anies" mendapat apresiasi dari kaum muda karena dapat menjadi saluran melepas unek-unek sambil berharap ada perubahan dari kondisi saat ini sehingga mereka memiliki kesempatan untuk menata harapan ke depan.
Elektabilitas Anies terus merangkak setelah memasuki Januari 2024. Tagline "Perubahan" mampu mengalahkan narasi "Lanjutkan" yang disuarakan kubu paslon nomor urut 2.
Dampaknya paslon nomor urut 2 kesulitan menambah basis dukungan, menthok pada kader dan simpatisan partai pengusung, serta relawan dan pengagum Presiden Jokowi. Apesnya, suara pendukung Partai Golkar, PAN, dan Demokrat tidak utuh.
Pemilih Golkar yang sering dipersepsikan sebagai pemilih cerdas, paham bahwa dukungan kepada Prabowo-Gibran tidak semata berdasar strategi politik dengan tujuan pemenangan partai, melainkan bagian dari upaya mengamankan petinggi partai dari jerat hukum.