Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membaca Kepentingan di Balik Isu Pemakzulan

17 Januari 2024   06:23 Diperbarui: 17 Januari 2024   06:50 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Isu pemakzulan Presiden Joko Widodo tiba-tiba muncul dan menjadi topik panas menggeser isu-isu lainnya. Karena syahwat politik sekelompok orang yang ingin merusak demokrasi, pengalihan isu, atau playing victim?

Jika melihat sosok yang mengusulkan kepada Menko Polhukam Mahfud MD, yakni anggota Petisi 100, rasanya bukan kelompok a-history yang tidak paham peraturan perundang-undangan di mana proses impeachment terhadap presiden bukan saja rumit, namun nyaris mustahil.

Di samping membutuhkan proses politik di DPR, juga harus ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mendukung alasan pemakzulan. Setelah itu baru dibawa ke sidang paripurna MPR yang harus dihadiri sekurang-kurangannya 3/4 anggota.

Padahal masa tugas Presiden Joko Widodo tinggal kurang dari 10 bulan. Jika pun yang dijadikan alasan kekhawatiran adanya penyalahgunaan lembaga kepresidenan untuk mendukung salah satu pasangan calon (paslon) peserta Pilpres 2024, waktunya tidak cukup karena pencoblosan dilaksanakan 14 Februari 2024, kurang dari 2 bulan saat aspirasi itu pertama kali didengungkan Mahfud MD.

Kita justru curiga, isu pemakzulan bukan an sich untuk menjatuhkan Presiden Jokowi. Sebab berdasar tata cara pemakzulan sebagaimana diatur pada Pasal 7A dan 7B UUD 1945, presiden atau wakil presiden dapat dimakzulkan apabila terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana erat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden atau wakil presiden.
 
Oleh karenanya alasan agar Pemilu 2024 tanpa Jokowi tidak sesuai syarat impeachment seperti yang termaktub dalam UUD 1945.    

Ketidakseriusan para pelontar pemakzulan semakin kentara ketika mereka justru mendatangi Menko Polhukam, bukan DPR. Padahal Mahfud MD, sekalipun juga cawapres yang berpasangan dengan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo, masih berstatus sebagai pembantu presiden.

Jika pun tujuannya menjadikan Mahfud sebagai lokomotif pemakzulan, jelas jauh panggang dari api. Mahfud tidak memiliki DNA sebagai pembelot, sekalipun sosok yang didukung tidak lagi ideal dan melakukan pelanggaran ketatanegaraan.

Lalu apa motif sebenarnya di balik dengungan pemakzulan? Ada tiga kemungkinan dan semuanya terkait dengan strategi untuk meraih kemenangan dalam kontestasi elektoral yang tengah berlangsung.  

Pertama, motif elektoral. Pihak-pihak yang menggiring opini pemakzulan ingin meraih keuntungan elektoral baik untuk paslon presiden dan wakil presiden maupun partai politik peserta Pemilu 2024.

Kedua, mengalihkan isu-isu seputar debat capres yang sempat memanas. Seperti diketahui usai babak-belur dalam debat, capres nomor urut 2 Prabowo Subianto banyak membuat pernyataan emosional. Salah satunya memaki capres nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan dengan kata-kata yang berpotensi menjadi pelanggaran pemilu.  

Ketiga, playing victim demi meraih simpati masyarakat. Sebagian besar pemilih di Indonesia adalah penonton drakor yang mudah tersentuh dengan tokoh teraniaya sekalipun tokoh tersebut sebelumnya penjahat. Sebab kita bangsa dengan ingat pendek, mudah lupa, gampang membenci dan memaafkan.

Kondisi demikian dimanfaatkan dengan baik oleh para politisi yang tidak memiliki gagasan dan ide-ide untuk membawa bangsa ini mencapai cita-cita kemerdekaan yakni masyarakat adil makmur. Mereka sibuk jualan air mata demi meraih simpati rakyat.

Kita berharap semua pihak menahan diri untuk tidak melakukan hal-hal yang justru kontraproduktif, semisal ingin menggagalkan pemilu. Sebab jika isu pemakzulan tidak terkendali, bukan mustahil akan menimbulkan benturan horizontal yang berujung pada penundaan pemilu.

Mari kita fokus untuk menyukseskan Pemilu 2024. Gunakan hak pilih secara bertanggungjawab demi masa depan bangsa dan negara yang lebih baik. Dan yang tidak kalah penting, hormati pilihan yang berbeda.

Jika kelak usai pemilu kita mendapati bukti adanya kecurangan yang sistematis, adanya penyalahgunaan kekuasaan yang menguntungkan paslon tertentu, itulah trigger bagi kita untuk mendorong pemakzulan sekaligus pembatalan hasil pemilu.

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun