Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

IKN Versus 40 Kota Metropolitan

4 Januari 2024   08:24 Diperbarui: 6 Februari 2024   15:20 329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pintu gerbang menuju istana IKN. Foto: Kompas.com

Apakah calon presiden nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan menolak Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Penajam Paser Utara Kalimantan Timur? Bagaimana dengan janji meningkatkan (upgrade) 40 kota setara Kota Jakarta?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu dipahami dalam setiap mengambil keputusan Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 itu selalu mengedepankan 4 hal yakni keadilan dan kesetaraan, kepentingan umum, akal sehat (commom sense), serta hukum dan peraturan.

Oleh karenanya, jika kelak menjadi presiden, Anies akan meninjau kembali pembangunan IKN dengan pendekatan tersebut. Pertama, apakah  sudah memenuhi asas keadilan dan kesetaraan (equality). Untuk mengukurnya bisa menggunakan pendekatan sejauh mana aliran APBN ke IKN tidak merugikan daerah lain yang juga membutuhkan pembangunan.

Sebab APBN kita sangat terbatas, hanya Rp 3.121,7 triliun (2023), di mana sekitar Rp 400 triliun di antaranya sudah dipakai untuk membayar bunga utang. Anggaran untuk bayar bunga utang di tahun 2024 meningkat menjadi Rp 497,3 triliun, sementara APBN dipatok Rp 3.325,1 triliun.

Tidak mungkin kembali mengandalkan utang baru untuk menutup biaya pembangunan IKN. Dengan utang sebesar Rp 8.000 triliun, hampir 3 kali lipat APBN, beban bunga utang (belum termasuk cicilan pokok) sudah sangat membebani APBN.

Sebagai catatan, pemerintahan Presiden Joko Widodo, selama 9 tahun terakhir, telah menambah utang lebih dari Rp 5.000 triliun. Jumlah yang sangat fantastis. Belum lagi utang BUMN yang mendapat penugasan dari pemerintah.        

Kedua, apakah IKN benar-benar untuk kepentingan mayoritas rakyat Indonesia, bukan sekedar ambisi satu-dua orang demi legacy? Sebab masih banyak jalan dan gedung sekolah yang rusak, dan membutuhkan penanganan segera (urgen).    

Ketiga, pembahasan sampai pengesahan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang IKN oleh DPR dilakukan dalam tempo 42 hari. Bukan hanya supercepat, tapi yang jelas minim partisipasi publik. Jangan-jangan banyak anggota DPR yang bahkan belum sempat membaca draf-nya dan langsung menyetujui.

Keempat, meski Mahkamah Konstitusi (MK) menolak pengujian UU IKN, kita tidak bisa menafikan keberadaan Anwar Usman yang saat itu masih menjabat sebagai ketua dan mengetuk putusan tersebut. Terlebih terbukti kemudian, Anwar Usman yang merupakan adik ipar Presiden Jokowi, melakukan pelanggaran etik berat dalam putusan terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden. Bukankah tidak tertutup kemungkinan penolakan uji materi UU IKN juga sarat conflict of interest?

Hal lain yang perlu dipahami dari pernyataan Anies, bahwa APBN yang terbatas akan lebih bermanfaat jika digunakan untuk pembangunan jalan-jalan tak berbayar, gedung sekolah dan fasilitas publik lainnya di seluruh Indonesia.

Artinya, jika saja APBN kita kuat, sudah cukup untuk memenuhi asas keadilan dan kesetaraan bagi seluruh rakyat Indonesia, maka boleh-boleh saja membangun ibu kota baru.

Dari pemahaman ini maka Anies tidak anti-IKN sepanjang APBN kita kuat. Sebagai ilustrasi, jika Anies menjadi presiden dan APBN 2025 melonjak menjadi Rp 8.000 triliuan, atau ada pihak swasta yang mau investasi tanpa jaminan APBN, maka kemungkinan Anies tetap melanjutkan pembangunan IKN.

Sikap Anies sebenarnya sama dengan komitmen awal Presiden Jokowi saat mencanangkan IKN. Jokowi pun menyadari keterbatasan APBN. Untuk meyakinkan DPR dan masyarakat, Jokowi tegas mengatakan pembangunan IKN tidak akan menggunakan APBN, melainkan investor asing dan dalam negeri.

Waktu berjalan, Jokowi keliling dunia menawarkan proyek IKN dengan berbagai kemudahan dari mulai pajak hingga konsensi hak guna usaha hingga ratusan tahun. Jokowi juga merekrut mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair sebagai Dewan Penasehat IKN.

Nyatanya tidak ada satu pun investor asing yang tertarik. Bahkan Softbank Group dari Jepang buru-buru mundur. Pengusaha Singapura yang dijanjikan kawasan hunian ekslusif, juga tetap enggan mengucurkan modal.

Berbeda dengan klaim Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia, selain iklim politik, dugaan lain keengganan investor Eropa, Timur Tengah hingga Amerika dan Asia mengucurkan duit untuk bangun IKN adalah isu lingkungan. Diduga mereka khawatir pembangunan IKN akan mempercepat deforestasi di Kalimantan.

Mimpi terlanjur dibeber, surut berpantang. Bukannya meninjau kembali rencana bangun IKN setelah gagal meyakinkan investor, Jokowi justru menarik komitmen awal. Kini APBN menjadi tumpuan biaya pembangunan IKN!

40 Kota Metropolitan

Oleh karenanya, dengan keterbatasan APBN, Anies dan pasangannya, Muhaimin Iskandar, berkomitmen pada program untuk mengupgrade kota-kota besar agar setara Jakarta. Hal itu lebih memenuhi aspek keadilan dan kesetaraan. Terlebih ke depan, mayoritas penduduk berdiam di wilayah perkotaan.

Dengan tumbuhnya kota-kota besar di berbagai daerah, di mana moda transportasi terintegrasi, lapangan pekerjaan cukup, kemudahan dalam mendapatkan hunian, adanya fasilitas umum dan fasilitas sosial yang baik, maka dengan sendiri beban Jakarta juga dapat dikurangi.

Jakarta tidak lagi menjadi tumpuan seluruh anak negeri karena di masing-masing daerah telah ada kota dengan standar pelayanan dan fasilitas publik setara Jakarta. Konsep ini sejalan dengan upaya menyelesaikan masalah di Jakarta.

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun