DEBAT calon presiden (capres) pertama bertema hak asasi manusia (HAM) memperlihatkan kualitas dan kapabilitas para capres dalam merespon pertanyaan dari panelis maupun lawan debat. Meski masih jauh dari ekspektasi, mengingat ini debat pertama, berikut beberapa catatan pentingnya.
Prabowo Subianto sebagai capres nomor urut 2 terlihat kedodoran ketika menyampaikan visi-misinya, dan sedikit emosional setiap menanggapi pernyataan dan pertanyaan dari capres nomor urut 1 Anies Rasyid Baswedan.
Bahkan Prabowo sempat mengungkit Pilkada DKI Jakarta 2017 di mana saat itu Partai Gerindra yang dipimpinnya mencalonkan Anies sebagai calon gubernur (cagub).Â
Prabowo tampak tidak senang ketika Anies menyinggung kondisi saat ini di mana oposisi tidak mendapat ruang. Padahal dalam sistem demokrasi, penguasa maupun oposisi sama-sama terhormat.
Menurut Prabowo, saat Pilkada DKI, status Partai Gerindra masih oposisi. Saat itu Anies datang ke rumah Prabowo, minta diusung menjadi cagub dan menang. "Jika Presiden Jokowi otoriter, Pak Anies tidak bisa menjadi gubernur," kata Prabowo dengan nada tinggi.
Menanggapi serangan itu, Anies mengatakan jika Prabowo tidak tahan menjadi oposisi. "Karena bisnisnya tidak jalan jika menjadi oposisi."
Prabowo kembali terlihat emosional pada sesi tanya jawab secara langsung. Anies menanyakan perasaan Prabowo ketika memutuskan tetap menggandeng Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.
Sebab Gibran bisa menjadi kontestan Pilpres 2024 setelah Mahkamah Konstitusi (MK) yang dipimpin Anwar Usman mengabulkan gugatan judicial review terkait batas usia minimal bagi capres dan cawapres yang telah ditetapkan yakni 40 tahun. Penggugat meminta agar batasan tersebut dinyatakan inkonstitusional.
MK mengabulkan gugatan itu dengan syarat capres atau cawapres yang belum berusia 40 tahun memiliki pengalaman atau sedang menjabat sebagai kepala daerah. Padahal ketentuan usia capres dan cawapres merupakan kewenangan pembuat undang-undang (open legal policy).
Putusan MK menguntungkan Gibran yang baru berusia 36 tahun dan tengah menjabat Wali Kota Surakarta.
Kuatnya penolakan masyarakat terhadap putusan "Paman Usman" memaksa MK membentuk Majelis Kehormatan MK (MKMK). Dalam putusannya, MKMK menyatakan telah terjadi pelanggaran etik berat, dan mencopot Anwar Usman, yang merupakan paman Gibran, dari jabatan Ketua MK.
Terhadap pertanyaan tersebut, Prabowo mengatakan bahwa semua orang bisa melihat adanya pelanggaran etik tersebut. Namun berdasarkan masukan dari tim hukumnya, Prabowo mengatakan pencalonan Gibran tidak bermasalah.
"Kita ini bukan anak kecil, Mas Anies. Biarkan rakyat yang putuskan. Kalau rakyat tidak suka, jangan pilih Prabowo---Gibran," seru Prabowo. "Saya tidak takut tidak punya jabatan, Pak Anies!"
Anies pun mengkritik saat ini peran orang dalam (ordal) begitu dominan, termasuk dalam penentuan capres dan cawapres. Orang dalam yang dimaksud Anies tentunya mengacu pada adanya intervensi terhadap putusan MK yang diduga dilakukan kekuatan besar melebihi MK.
Anies lantas menyerang Prabowo yang menertawakan penjelasannya soal angin tidak ber-KTP. "Inilah bedanya yang berbicara pakai data dan berbicara pakai fiksi," kata Anies.
Anies menjelaskan, jumlah kendaraan di Jakarta sama, maka harusnya jumlah polusinya setiap hari sama. Tapi nyatanya ada hari di mana udara Jakarta sangat polusi, dan di lain waktu sangat bersih.
Artinya ada angin dan juga udara kotor dari luar Jakarta yang turut berperan. Oleh karenanya, selain pembenahan di dalam kota seperti pengurangan jumlah kendaraan dengan mengoptimalkan sarana angkutan publik, juga perlu koordinasi dengan daerah sekitar Jakarta.
"Jakarta punya alat pengukur udara, sehingga ketahuan saat ada polusi atau tidak. Daerah lain tidak ketahuan karena tidak memasang alat ukurnya," jelas Anies. Â
Gesekan antara Anies dengan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo hanya terjadi menyangkut penuntasan kasus Kanjuruhan dan KM 50 yang masih menyisa ketidakadilan.Â
Anies berpendapat jawaban Ganjar soal komitmen penuntasan tragedi Kanjuruhan dan KM 50 abu-abu. Mendapat tudingan itu, Ganjar menegaskan dirinya tegas, satset dan tidak pernah menunda pekerjaan.
Dalam pidato penutupnya, Anies meminta anak muda menjadikan debat capres untuk mengetahui gagasan dan pikiran para capres sebagai dasar menentukan pilihan.Â
"Saat ini kita di persimpangan, apakah akan menjadi negara hukum di mana kekuasaan diatur oleh hukum, ataukan menjadi negara kekuasaan di mana hukum diatur dan dikendalikan oleh penguasa. Wakanda no more, Indonesia forever," tegas Anies.
Kita berharap debat capres kedua dan ketiga semakin kaya dengan gagasan, ide,dan sikap saling menghormati, bukan sikap emosional.Â
Dari sesi debat inilah, kita dapat mengetahui karakter dan kecerdasan seseorang. Sebab Indonesia ke depan membutuhkan pemimpin yang amanah, jujur, cerdas, menjunjung tinggi supremasi hukum, memiliki etika dalam bernegara, serta satu kata dengan perbuatan.
Salam @yb Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H