Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Prasa dan Kelir: Sebuah Pertanggungjawaban Karya

6 Desember 2023   17:25 Diperbarui: 6 Desember 2023   17:35 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana dengan KELIR? Kecenderungan umum laki-laki Jawa ketika sudah pensiun, telah selesai menjalani pertarungan dan pergulatan dalam gelanggang kehidupan untuk menemukan jati dirinya, adalah menepi. Di masa lalu, kebiasaan menyepi di puncak gunung, di gua, atau bersemedi di tempat-tempat sunyi, jamak dilakukan oleh orang-orang tua Jawa, lintas keyakinan. Ketika kebudayaan berkembang, mengalami akulturasi, dan juga pertentangan atas dasar keyakinan, secara umum hal-hal demikian telah ditinggalkan.

Yang tersisa, yang masih sering kita jumpai di pedalaman Jawa, hanyalah laki-laki sepuh, duduk sendiri dalam gelap, menghabiskan waktunya dengan lamunan panjang. Atas dasar pemahaman di atas, saya melihat kebiasaan ini bukan perilaku individual, atau kebetulan belaka.

Sebab bagi yang laki-laki Jawa, pertanyaan-pertanyaan tentang sangkan paraning dumadi - dari mana kita berasal, untuk apa kita datang ke dunia, dan hendak ke mana setelah kehidupan fana ini -- sangat universal, lintas generasi dan keyakinan. Hanya saja, untuk saat ini porsinya mungkin lebih besar pada laki-laki Jawa yang masih lekat dengan budaya leluhurnya.

KELIR memotret kegundahan Hamoroto, mantan tentara, yang awalnya sangat percaya akan kebangkitan kembali Majapahit dan agama Budi, atau Kapitayan -- agama asli orang Jawa,  tetapi kemudian kecewa karena ramalan kedatangan Sabdopalon dan Nayagenggong tidak terbukti. Hamoroto yang awalnya didapuk sebagai ksatria utama kaum Kejawen, lantas meninggalkan budaya Jawa.

Namun Hamoroto tidak bisa selamanya mengingkari kodratnya sebagai laki-laki Jawa. Ketika usia semakin senja, seruan untuk menepi dari hiruk-pikuk kehidupan, berdenging dalam alam kebatinannya. Panggilan untuk kembali kepada akar budayanya kian menggoda. Terlebih, Hamoroto juga diburu kewajiban untuk mewariskan perang kebatinan di tanah Jawa yang telah berlangsung ratusan tahun, kepada anak laki-lakinya.  

KELIR mengambil latar seputar intrik dukun-dukun istana di masa awal kekuasaan Presiden Soeharto. Keberadaan dukun-dukun itu bukan isu karena Pak Harto sendiri mengakui meski dengan perspektif berbeda. Demikian juga dibangunnya beberapa tempat keramat di tahun 70-an yang erat kaitannya dengan ramalan kedatangan Sabdopalon setelah lima ratus tahun keruntuhan Majapahit yakni pada tahun 1978.

Meski demikian, KELIR tetaplah sebuah karya fiksi. Beberapa data yang diselipkan masih terbuka untuk dilakukan penafsiran ulang, re-interpretasi, dengan harapan akan memperkaya tinjauan atas peristiwa-peristiwa di masa lalu yang mungkin sebelumnya tabu untuk dibahas.  

Sebab di situlah sesungguhnya fungsi karya sastra di era disrupsi di mana perubahan tatanan masyarakat dan perilaku manusia begitu cepat akibat kemajuan teknologi. Sastra harus tetap hadir untuk mengisi ceruk-ceruk tersembunyi dalam jiwa kita yang tidak dapat dijangkau dan digantikan oleh teknologi.

Demikian sekelumit catatan tentang novel PRASA: Operasi Tanpa Nama dan Kelir yang telah diluncurkan dan dibedah di PDS HB Jassin Kompleks Taman Ismail Marzuki (TIM), 29 Oktober 2023 lalu.

Saya akan membedah proses kreatifnya secara tuntas di akun Literasi Kompasiana. Bagi teman-teman yang ingin mengetahui dan tertarik belajar bersama menulis novel dan puisi, silakan bergabung melalui tautan ini. 

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun