Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Hukum Artikel Utama

Menguak Akar Masalah Perdagangan Orang

14 Juni 2023   10:28 Diperbarui: 14 Juni 2023   14:50 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Sumber: kompas.com

Bagi yang pernah menonton film perbudakan (slavery) seperti 12 Years a Slave, Django Unchained, Belle, dan perbudakan modern di Asia seperti A Land Imagined, Buoyancy serta The Storm Makers, tentu bisa merasakan betapa pahit menjadi orang yang diperjualbelikan.

Film Jermal dari Indonesia, pada kondisi tertentu, juga menceritakan praktek perbudakan modern, bukan sekedar eksploitasi anak. Oleh karenanya, dalam spektrum yang lebih luas, kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang tengah ramai dibicarakan, termasuk dalam varian perbudakan modern itu.

Kita tidak hendak menceritakan kepedihan korban TPPO. Rasanya tidak cukup kata untuk melukiskannya. Oleh karenanya kita mengapresiasi kinerja Satuan Tugas (Satgas) TPPO yang dibentuk Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, 5 Juni 2023.

Satgas TPPO berada di bawah Bareskrim Polri dan dipimpin oleh Wakabareskrim. Tugasnya bukan hanya menyelamatkan korban perdagangan orang, namun juga menggulung sindikat dan beking TPPO.  

Hanya dalam tempo 7 hari (5-11 Juni 2023), Satgas TPPO berhasil membongkar praktek TPPO dengan menyelamatkan 824 orang, termasuk 42 anak perempuan, dan 23 anak laki-laki. Sedang jumlah tersangka yang terlibat dalam TPPO mencapai 212 orang.

Prestasi yang luas biasa dan kita menaruh apresiasi yang setinggi-tingginya.

Namun, di balik prestasi itu, terselip pertanyaan yang menggelitik. Selama ini, sudah berapa banyak korban TPPO? Dan yang paling penting, mengapa tindak perdagangan manusia marak terjadi belakangan ini?

Bukankah ironi ketika penguasa, dan sebagian netizen mengelu-elukan capaian kerja pemerintah di bidang ekonomi, ribuan angkatan kerja justru menjadi korban tindak perdagangan orang?

Sebab akar permasalahan terjadinya TPPO adalah kemiskinan dan pengangguran. Sialnya, selama ini fakta tingginya angka kemiskinan dan pengangguran di Indonesia berhasil ditutupi dengan opini yang diciptakan lembaga survei sehingga terkesan kita baik-naik saja.

Padahal jika mau melihat sejenak data-data yang tersaji, sungguh kita tidak sedang baik-baik saja. Mari kita lihat data Badan Pusat Statistik (BPS). Per September 2022, jumlah orang mskin di Indonesia mencapai 26,36 juta orang atau 9,57 persen.

Jika dibandingkan dengan angka kemiskinan di tahun 2014 yang sebesar 11,25 persen atau 28,28 juta orang, pemerintahan Presiden Joko Widodo selama 8 tahun hanya mampu menurunkan angka kemiskinan 1,68 persen (1,92 juta orang).  

Sementara Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selama menjabat 10 tahun (2004-2014) berhasil mengentaskan kemiskinan lebih dari 5 persen, tepatnya 10,38 juta jiwa. Pada awal menjabat yakni 2004, angka kemiskinan mencapai 16,66 persen atau 36,1 juta jiwa, dan di akhir masa jabatannya (2014), tinggal 11,25 persen atau 28,28 juta jiwa.

Masih tersisa satu tahun lebih masa pemerintahan Jokowi. Jika pun ada keajaiban ekonomi yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan rakyat, tanpa bermaksud mendahului, angkanya tidak akan signifikan. Terlebih jika melihat bagaimana semua lini dikerahkan untuk mewujudkan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara dan proyek-proyek mercusuar lainnya seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang semuanya menguras APBN.

Kita tidak menafikan adanya gangguan seperti pandemi yang meghambat program-program pengentasan kemiskinan. Tetapi ingat, di masa SBY pun terjadi krisis ekonomi global (2008) yang sempat menghambat pertumbuhan ekonomi.

Bagaimana dengan angka pengangguran? BPS merilis, per Agustus 2014 jumlah pengangguran sebesar 7,24 jiwa. Sementara pada Agustus 2022 jumlah pengangguran sebesar 8,42 juta orang. Artinya selama 8 tahun terakhir terjadi kenaikan jumlah pengangguran.

Dari data-data di atas, bagaimana kita menyebut pemerintahan Jokowi berhasil mengentaskan kemiskinan dan pengangguran? Tidak mengejutkan jika TPPO melonjak.

Mereka yang menjadi korban kemungkinan sudah tahu resikonya ketika menerima iming-iming kerja di luar negeri tanpa prosedur. Bukankah teknologi informasi sudah berada di genggaman tangan dan sampai ke pelosok-pelosok?

Kemungkinan besar, mereka tergiur iming-iming pelaku TPPO karena nalarnya dikalahkan oleh himpitan ekonomi, dan desakan pemenuhan kebutuhan dasar yang harganya terus melonjak mengikuti kemauan pengusaha.

Pemerintah yang diharapkan menjadi regulator justru tidak berdaya di depan pengusaha seperti dalam kasus minyak goreng.

Terlebih lagi tidak ada harapan untuk mencari pekerjaan di dalam negeri. Riuhnya proyek-proyek mercusuar ternyata lebih memanjakan pekerja asing. Dengan dalih tenaga kerja kita belum mampu, pemerintah dengan bangga menyerahkan pekerjaan pasang baut, gali parit dan welder kepada tenaga kerja asing.

Sambil mengapresiasi kinerja Satgas TPPO, kita berharap penindakan bukan hanya di hilir, tetapi juga membenahi akar masalahnya. Tanpa hal itu, maka tugas Satgas TPPO akan semakin berat. Bukan mustahil, angka TPPO akan melonjak dalam beberapa tahun mendatang ketika APBN terus dijadikan sapi perah untuk membiayai proyek-proyek mercusuar dan bayar utang pemerintah.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun