Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Proporsional Tertutup, Mulan Jameela, dan Kembalinya Wacana Penundaan Pemilu

30 Mei 2023   19:11 Diperbarui: 5 Juni 2023   07:00 1275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi sidang di Mahkamah Konstitusi. Foto: Antara melalui kompas.com

Seperti  kita ketahui, dalam sistem proporsional terbuka, kertas suara memuat foto para caleg. Sedanag pada proporsional tertutup, pemilih hanya mencoblos lambang partai.  

Ketiga, sistem proporsional terbuka adalah antitesa dari sistem proporsional tertutup yang dilanggengkan oleh rezim Orde Baru. Jika MK mengembalikan ke sistem proporsional tertutup, maka sejatinya MK tengah memundurkan gerbong reformasi hingga kembali ke zaman pra demokrasi.

Keempat, sistem yang digunakan dalam Pemilu merupakan kewenangan pembuat undang-undang (open legal policy), sehingga MK hanya sebatas meninjau apakah bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak. MK tidak bisa memaksakan suatu sistem sistem Pemilu karena memang tidak dinyatakan dalam UUD 1945.  

Hal ini sama dengan ketika MK menolak judicial review ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional hasil Pemilu 2019, di mana MK menyebut hal itu sebagai open legal policy.

Kelima, terjadinya gesekan antar caleg dari satu partai di satu dapil adalah bagian dari dinamika demokrasi. Rakyat justru diuntungkan jika antar caleg saling membuka kelebihan dan kekurangannya sehingga dapat mengikis potensi terpilihnya caleg yang tidak diketahui rekam jejaknya.

Untuk meminimalisir terjadinya hal semacam ini, partai politik cukup melakukan seleksi kader-kader yang ingin nyaleg secara lebih ketat sehingga menutup peluang terjadinya gesekan. Perlu juga ditanamkan pemahaman bahwa kemenangan partai lebih utama sehingga tidak peduli siapa yang terpilih. Jika partai belum mampu melakukan hal itu, jangan lantas mengubah sistemnya.  

Keenam, perubahan sistem dari proporsional terbuka menjadi tertutup berpotensi menunda pelaksanaan Pemilu 2024. Sebab partai harus mengubah nomor urut caleg, disesuikan dengan kepentingannya. Jika sebelumnya caleg tidak peduli ditempatkan pada nomor urut berapa, dengan sistem tertutup maka nomor urut menjadi harga mati mengingat dalam satu dapil, partai-partai besar pun maksimal hanya bisa mendapat 2-3 kursi.

Dengan demikian caleg dengan nomor urut 4-7 dapat diipastikan hanya menjadi penggembira. Oleh karenanya, jika dipaksakan menggunakan sitem tertutup, kemungkinan besar caleg-caleg yang ditempatkan pada nomor "sepatu" akan mundur dan digantikan oleh kader-kader yang hanya difungsikan untuk memenuhi kuota.

Di luar hal itu, jika MK tetap memutus sistem tertutup, kita bisa merasakan adanya nuansa lain, bukan sebatas penilaian hakim MK, karena akan membuka kembali wacana penundaan Pemilu 2024. Seperti kita ketahui, sebelumnya sempat berhembus wacana penundaan Pemilu hingga perpanjangan masa  jabatan Presiden, dengan berbagai dalih.

Wacana itu akhirnya menguap setelah mendapat tentangan keras dari berbagai pihak, termasuk partai-partai pendukung pemerintah. Mungkinkah keinginan itu kemudian diselundupkan melalui putusan MK?

Semua serba mungkin, terlebih setelah MK sukses membuat "kekacauan" melalui putusan perpanjangan masa tugas komisioner KPK dari 4 menjadi 5 tahun. Bahkan MK "nekad" menabrak norma di mana putusannya berlaku surut (retroaktif) sehingga Firli Bahuri Cs yang notabene disumpah untuk masa jabatan selama 4 tahun kini dapat menikmati "bonus" satu tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun