Setelah Partai Demokrat diobok-obok, kini giliran Partai Nasdem yang diincar. Kesan itu muncul karena kedua partai telah resmi mendeklarasikan dukungan kepada bakal calon presiden  (bacapres) Anies Rasyid Baswedan yang dipersepsikan sejumlah kalangan sebagai "antitesis" Istana. Benarkah penetapan status tersangka kader Partai Nasdem yang tengah menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate bermuatan politik?
Untuk mengetahui jawabannya, ada baiknya memahami secara utuh konstruksi kasus korupsi penyediaan menara base tranceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung serta Bakti Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Tahun Anggaran 2020-2022.
Tujuan dari proyek ini adalah pemerataan pelayanan digital di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T). Saat itu, Indonesia, seperti juga negara-negara lain, tengah menghadapi pandemi Covid-19, di mana banyak kegiatan yang dilakukan secara online dari rumah, seperti work from home hingga proses belajar mengajar.
Proyek ini sangat strategis karena banyak daerah dengan kategori 3T yang belum memiliki jaringan internet memadai sehingga mengganggu masyarakat yang beraktifitas secara online. Pagu anggarannya pun sangat besar, mencapai lebih dari Rp 10 triliun.
Ternyata dalam pelaksanaannya diduga banyak terjadi penyimpangan. Akses internet di daerah-daerah yang telah dipasangan BTS dan sarana pendukungnya, masih mengalami sejumlah kendala. Salah satu contohnya, pembangunan 19 unit BTS di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau yang telah dimulai sejak 2021. BTS-BTS tersebut disegel oleh subkontraktornya yakni PT SES terkait masalah pembayaran.
Kasus lainnya adalah ditemukannya pembangunan BTS di desa yang sudah ada BTS dari pihak lain. Padahal  konsepnya "satu desa satu BTS" yakni 7.904 BTS untuk 7.904 desa. Dengan demikian desa-desa yang sudah mendapat layanan internet mestinya tidak termasuk dalam program Bakti Kominfo.
Namun karena diduga tidak dilakukan survei lapangan, hanya diputuskan di atas meja, terjadi tumpang tindih. Ada desa yang sudah memiliki BTS dari penyedia internet lain, masuk dalam program Bakti Kominfo sehingga dobel. Parahnya, ada desa yang benar-benar masih terisolir jaringan internet, justru tidak masuk dalam program Bakti Kominfo.
Dari berbagai temuan itu, diduga telah terjadi tindak pidana korupsi yang mengakibatkan kerugian hingga Rp 8,03 triliun sesuai perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai melakukan penyelidikan sejak awal tahun 2022. Saat itu dugaan korupsi pada proyek Bakti Kominfo juga mulai muncul di media, setidaknya di bulan September 2022.
Pada November 2023, setelah dilakukan ekpose hasil penyelidikan, Kejagung menaikkan status kasus Bakti Kominfo menjadi penyidikan, diikuti dengan penetapan lima tersangka, termasuk Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Aghmad Latif dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali. Â
Dari konstruksi kasusnya, dapat dipahami adanya proses penyelidikan dan penyidikan yang dimulai sebelum Anies Baswedan dideklarasikan Nasdem sebagai bacapres. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu dideklarasikan sebagai bacapres di Nasdem  Tower pada 3 Oktober 2022. Artinya proses hukum itu murni karena adanya temuan kasus, tidak terkait deklarasi Anies.
Namun jika hendak dikaitkan dengan suasana politik dalam tujuh bulan terakhir, Â di mana Nasdem dikucilkan istana setelah deklarasi Anies, tetap terbuka opsi adanya tujuan politis di balik pengungkapan kasus korupsi Bakti Kominfo. Demikian juga jika ingin mengaitkan adanya dugaan aliran dana ke Partai Nasdem mengingat Johnny G Plate duduk sebagai Sekretaris Jenderal. Â
Namun ingat, jika upaya tersebut dilakukan sangat masif, maka dugaan politisasi justru akan menguat. Sebab dalam kasus-kasus korupsi sebelumnya yang melibatkan petinggi partai termasuk mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, mantan Plt Ketua Umum Partai Golkar Idrus Marham, mantan Ketua Umum PPP Romahurmuziy, mantan Wakil  Ketua Umum Partai Gerindra Edhy Prabowo, hingga mantan Wakil Bendahara Umum PDIP Juliari P Batubara, proses penyelidikannya tidak sampai merambah ke partai. Padahal kasus-kasus itu terjadi saat mereka masih aktif memegang jabatan di partai.
Kita mendukung Kejagung menuntaskan kasus korupsi yang sangat besar ini. Kita memberikan apresiasi sepanjang penanganannya murni demi penegakan hukum, tidak ada agenda lain yang bersisian apalagi bersinggungan dengan politik.
Sebab kita menentang keras digunakannya hukum untuk menjegal lawan politik. Biarkan kontestasi politik berjalan dengan fair dan bermartabat sehingga rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi dapat memilih calon pemimpinnya secara bebas, dan adil. Â Â
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H