Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Surat Terbuka untuk Ketua Umum KNPI Umar Bonte

12 Mei 2023   14:56 Diperbarui: 12 Mei 2023   15:43 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi demo anti rasisme.  Foto: BBC Indonesia via Kompas.com

Apakah pernyataan Anda berlaku untuk semua warga keturunan di Indonesia? Bahwa keturunan Arab, China, India, dan suku-suku lain di luar suku asli yang berada di wilayah NKRI tidak boleh mencalonkan diri menjadi presiden. Atau hanya khusus untuk Anies Rasyid Baswedan?

Saya bersuku Jawa, dan darah saya tidak tercemar sedikit pun oleh darah Arab, China, India dan suku lainnya. Sejak kakek buyut yang masih diingat dalam keluarga besar saya, tidak ada satu pun yang pernah kawin dengan warga keturunan yang ada di Indonesia.

Dengan alasan itu saya sangat menentang ketika ada ketua umum partai politik yang mengatakan tidak ada pribumi Indonesia. Untuk membuktikan klaimnya, dia melakukan tes DNA kepada beberapa orang dan mengaku menemukan DNA orang-orang tersebut sudah bercampur dengan DNA suku bangsa lain.

Saya menentang opini bahwa tidak ada warga bangsa asli Indonesia karena meyakini DNA masyarakat di belahan dunia  lain juga sudah bercampur dengan DNA suku bangsa lainnya. Jika dilakukan tes yang sama terhadap warga Aborijin, Ainu, Han, Indian dan lain-lain, saya percaya, hasilnya juga akan sama bahwa DNA mereka sudah tercemar dengan DNA suku bangsa lain sebagai hasil interaksi puluhan, bahkan ratusan generasi.

Tetapi hal itu tidak bisa menggugurkan fakta adanya bangsa asli Australia, Jepang, China, Amerika, dll.

Namun keyakinan saya tentang adanya suku asli Indonesia, tidak lantas digunakan untuk membatasi partisipasi politik suku bangsa asing dan keturunannya yang telah ada dan menetap di Indonesia sejak ratusan tahun lampau. Meski hanya tersirat,  menyamakan Anies Rasyid Baswedan dengan keturunan kolonial Belanda, sungguh layak diduga rasis dan juga a-history.

Pertama, kedatangan bangsa Arab, China, India, tidak dimaksudkan untuk menjajah. Tidak ada perebutan wilayah, perbudakan, dan kerja paksa, yang lakukan oleh mereka terhadap bangsa pribumi. Mereka datang dengan damai, berdagang dan bermukin secara permanen di wilayah Indonesia yang kemudian diakui sebagai tanah air dan tumpah darahnya.

Mereka menyebarkan agama yang dianut: Hindu, Buddha dan Islam, tidak melalui todongan senjata, tidak berlindung di balik praktek kolonialisme. Karena dianggap baik maka dengan sukarela agama pendatang itu dianut oleh warga pribumi yang sebelumnya menganut paham animisme dan dinamisme menurut standar Barat.

Kedua, kedatangan leluhur Anies Rasyid Baswedan, dan leluhur keluarga keturunan lainnya, jauh sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang merupakan bentuk kesepakatan politik. Mereka terlibat langsung dalam berbagai kegiatan yang mengarah pada kemerdekaan Bangsa Indonesia, baik melalui konfrontasi senjata, diplomasi hingga rapat-rapat yang menentukan bangunan negara bernama Indonesia. Oleh karenanya mereka memiliki hak yang sama dalam berpolitik.

Ketiga, sebagai warga Jakarta yang mengikuti pergolakan politik secara aktif menjelang dan sesudah Pilkada DKI Jakarta 2017, saya mengetahui dan memahami apa yang terjadi saat itu. Munculnya ghirah keagamaan dalam politik adalah reaksi balik dari pihak-pihak yang menafsirkan kitab suci yang tidak dianut padahal hal demikian jelas-jelas dilarang oleh undang-undang.

Pelabelan politik identitas digelorakan pihak-pihak yang menolak move on dari kekalahan jagoannya dalam pentas politik 2017. Karena didengungkan terus-menerus oleh buzzer-buzzer politik dengan sumber daya tak terbatas, akhirnya dianggap kebenaran terutama bagi mereka yang tidak paham dan tidak mengikuti secara intens proses politik Jakarta 2017.

Keempat, ketika menyeru, Anda membawa jabatan sebagai Ketua Umum KNPI. Itu artinya pernyataan Anda bukan pernyataan pribadi, tetapi mengatasnamakan KNPI. Setelah viral dan mendapat reaksi balik, sekarang Anda berkelit sebagai pernyataan pribadi. Mengandaikan sebagai bentuk pilihan politik pribadi. Sungguh naif.

Sebagai penutup,  saya ingin bertanya, apakah Anda berada dalam barisan orang-orang yang menginginkan Pasal 6 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi "Presiden ialah orang Indonesia asli" yang telah dihapus sejak Amandemen Pertama, dikembalikan sehingga nantinya warga keturunan dilarang menjadi presiden?

Saya berpendapat, sebagai "orang organisasi" mestinya Anda memiliki pengetahuan dan pemahaman yang lebih baik terhadap berbagai persoalan bangsa. Sungguh sangat disayangkan ketika Anda justru masuk ke dalam lorong gelap hanya karena prefrensi politik sesaat, karena dukung-mendukung politik praktis.

Sungguh saya menyesalkan, kawan!

Agar tidak bias, silakan klik tautan ini untuk mendengarkan pernyataan lengkap La Ode Umar Bonte di akun TikTok @UmarBonte_official

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun