Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Sukses Endorse Ganjar, Kini Lembaga Survei Manjakan Prabowo

9 Mei 2023   05:41 Diperbarui: 9 Mei 2023   14:52 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah sukses meng-endorse Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo hingga ditetapkan sebagai bakal calon presiden (bacapres), kini lembaga-lenbaga survei mulai memanjakan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dengan elektabilitas tertinggi. Jika Prabowo  benar-benar mendeklarasikan diri sebagai bacapres, tidak diragukan lagi, ini merupakan kemenangan lembaga survei.

Seperti kita ketahui, sebelum ditunjuk sebagai bacapres oleh Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri, hampir seluruh lembaga survei seperti SMRC. LSI hingga Indikator Politik, rajin merilis hasil survei yang menempatkan Ganjar dengan elektabilitas tertinggi, diikuti Prabowo atau Anies Rasyid Baswedan. Dua nama terakhir saling bergantian mengisi posisi kedua dan ketiga.

Hasil survei-survei ini cukup efektif digunakan untuk menekan partai. Dalam beberapa kesempatan, ketika muncul kecenderungan PDIP akan menjagokan Ketua DPR Puan Maharani, Ganjar pun meminta partainya memperhatikan hasil survei untuk menentukan bacapres.

Tekanan dari berbagai pihak, ditambah wacana koalisi besar yang konon disiapkan menjadi sekoci Ganjar andai tidak dicapreskan PDIP, Megawati akhirnya "menyerah". Menjelang hari raya Idul Fitri, Megawati mengumumkan partainya resmi memilih Ganjar sebagai bacapres.

Pengumuman itu terkesan mendadak karena Presiden Joko Widodo bahkan sudah mudik ke Solo. Jokowi kemudian terbang ke Bogor untuk menghadiri pengumuman PDIP di Istana Batutulis lalu kembali ke Solo naik pesawat kepresidenan bersama Ganjar.

Setelah Ganjar resmi ditetapkan PDIP sebagai bacapres, kini lembaga-lembaga survei mulai "membujuk" Prabowo dengan iming-iming elektabilitas tertinggi. Dimulai Indikator Politik yang menyebut Prabowo menang telak jika head to head lawan Ganjar, seminggu kemudian, tepatnya 7 Mei 2023, SMRC merilis  Prabowo memiliki elektabilitas tertinggi disusul Ganjar dan Anies.

Hebatnya lagi, menurut survei SMRC, Menteri Pertahanan itu paling banyak dipilih oleh pemilih kritis!

Siapa pemilih kritis yang dimaksud SMRC? Mengutip kompas.com, SMRC menggunakan indikasi pemilih kritis sebagai mereka yang memiliki telepon atau telepon pintar (smartphone). Alasannya, mereka menerima informasi lebih banyak dibanding yang tidak punya alat komunikasi tersebut.

Benarkah pemilih kritis lebih memilih Prabowo ketimbang Ganjar atau Anies? Jika indikasi yang digunakan SMRC untuk melabel pemilih kritis adalah pemilik telepon atau handphone, sungguh sulit dinalar.

Sebab, pertama, saat ini siapa yang tidak memiliki telepon atau smartphone? Mengutip data Kementerian Komunikasi dan Informati (2022), pengguna smartphone di Indonesia mencapai 167 juta orang atau 89 persen dari total penduduk Indonesia. Apakah mereka semua dapat dikategorikan sebagai pemilih kritis? Apakah mereka benar-benar paham politik dan tahu track record Prabowo, Ganjar dan Anies?

Kedua, mengutip KBBI online, kritis adalah bersifat tidak cepat percaya, tajam menganalisa dan bersifat selalu berusaha meraih celah kesalahan dan kekeliruan. Pertanyaannya, benarkah 89 persen masyarakat Indonesia sudah sampai pada taraf tersebut dalam berpolitik?

Ketiga, benarkah orang-orang kritis, telah melupakan rekam jejak Prabowo? Berapa persen dari masyarakat kritis itu, yang sudah melupakan peristiwa-peristiwa kelam di masa lalu? Kita tidak ingin mengungkit hal-hal semacam itu karena pada akhirnya hanya menjadi mainan politik pihak-pihak yang diuntungkan. Tetapi bukan berarti permisif kepada orang-orang yang terindikasi langsung maupun tidak langsung terlibat dalam pelanggaran HAM, apalagi pelanggaran HAM berat, di masa lalu.

Kita lebih meyakini, lembaga-lembaga survei sedang mendorong Prabowo untuk maju dalam Pemilihan Presiden 2024. Mengapa? Sebab jika lawannya Ganjar, tanpa bermaksud mendahului kehendak Tuhan, Prabowo dipastikan kalah. Dan akan menjadi kekalahan keempat sepanjang sejarah pilpres yang diikuti.

Keyakinan ini didasari fakta, pemilih Prabowo pada Pilpres 2019 adalah mereka yang tidak sejalan dengan berbagai kebijakan pemerintahan Jokowi. Ketika Prabowo masuk istana, menjadi bagian kabinet Jokowi, tidak perlu survei untuk mengetahui kekecewaan para pemilihnya.

Artinya pendukung Prabowo saat ini sangat mungkin tinggal kader dan simpatisan Partai Gerindra. Dan kebetulan kelompok ini yang disurvei- jika pun beneran ada survei.

Kita paham, lembaga survei adalah juga konsultan politik. Opini yang digiring sangat mungkin "disesuaikan" dengan kehendak pemesannya. Bahkan Megawati yang mengaku paham ilmu statistik, dibuat bingung dengan survei-survei saat ini.

Oleh karenanya, amat disayangkan jika para bacapres yang akan bertarung di Pilpres 2024 hanya didasarkan pada elektabilitas tinggi versi lembaga survei. Kita berharap partai-partai politik mau benar-benar melihat rekam jejak tokoh-tokoh yang akan diusung, tidak sebatas mengikuti kehendak "tukang survei".

Tentu kita menghargai keinginan Prabowo mengikuti jejak para pejuang yang tidak kenal kata menyerah.

Namun perlu dipahami, konteks perjuangan zaman dulu dan sekarang berbeda. Bung Karno, Jenderal Sudirman, dan lain-lain berjuang demi membebaskan bangsanya dari belenggu penjajahan. Tanpa pamrih pribadi. Sedang dalam kontestasi politik, ambisi pribadi para calon lebih menonjol.

Lagi pula ranah pengabdian, berjuang untuk rakyat di masa kini, tidak harus melalui jabatan politik. Banyak tokoh masyarakat, aktivis lingkungan, pendidikan, sosial dan budaya, yang mengabdikan diri tanpa pamrih, di tempat-tempat yang jauh dari sorot kamera dan gelimang fasilitas negara.

Mereka tidak kenal menyerah, tanpa keluh kesah meski pengabdiannya sepi dari perhatian negara, tak beroleh tepuk tangan. Mereka itulah yang sejatinya yang lebih tepat disebut sebagai pejuang masa kini.

Bukankah mengkader tunas-tunas bangsa, memberi kesempatan kepada politisi muda yang memiliki potensi, juga sebentuk pengabdian kepada bangsa dan negara? Mandeg pandhito, menjadi guru bangsa, juga tidak kalah terhormat, daripada  terus mengejar fatamorgana.

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun