Posisi lemah ini, terutama bagi buruh perempuan, yang kemudian dimanfaatkan oleh manajer mesum untuk mencicipi tubuh pekerja perempuan secara cuma-cuma karena menjadi syarat perpanjangan kontrak kerja.
Sebenarnya kondisi ini sudah lama disuarakan dan menjadi salah satu materi judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dalam putusannya, MK menyebut Omnibus Law Cipta Kerja berstatus inkonstituional bersyarat.
Pembuat UU, yakni pemerintah bersama DPR, diwajibkan untuk melakukan perbaikan. Jika dalam waktu 2 tahun tidak dilakukan perbaikan, maka statusnya menjadi inkonstitusional alias tidak berlaku.
Alih-alih memperbaikinya bersama DPR, Presiden Jokowi lebih memilih menerbitkan Perppu dengan alasan perang di Ukraina, yang kemudian dalam waktu sesingkat-singkatnya disahkan oleh DPR. Berbagai organisasi buruh sempat melakukan gimmick politik dengan pura-pura menggeruduk ke Istana dan DPR sebelum kemudian melupakan karena ada mainan lain yang lebih menarik.
Alhasil, Omnibus Law Cipta Kerja tetap sah dan berlaku bagi seluruh perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Maka jangan heran jika ke depan, makin banyak buruh perempuan yang menjadi korban praktek staycation dengan bos pabrik sebagai syarat perpanjangan kontrak tahunan.
Jika melihat kasus-kasus lain dalam beberapa tahun terakhir, maka nantinya akan muncul narasi yang menyalahkan buruh perempuan yang menolak ajakan ngamar bos pabrik. Bahkan mungkin praktek ini akan dihalalkan melalui undang-undang lainnya. Â
Kepada para buruh perempuan di mana pun berada, saatnya mengatakan tidak terhadap praktek-praktek mesum yang mengekploitasi tubuhmu. Jangan dengarkan orang-orang yang selama ini rajin mengatasnamakan buruh tetapi asik masyuk dengan pemilik modal dan penguasa.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H