koalisi besar yang dilakukan secara terbuka akan menjadi catatan sejarah di mana Presiden yang masih menjabat meng-endorse bakal calon penggantinya. Bahkan rapat-rapat politik yang ditengarai untuk mengegolkan wacana tersebut dilakukan di dalam istana.
Upaya istana menciptakanPertanyaannya kini, bagaimana jika koalisi besar gagal terwujud? Â Hendak ditaruh di mana wajah istana? Sudah melakukan sesuatu yang tidak elok, gagal pula!
Tanda-tanda kegagalan pembentukan koalisi gemuk sudah terbaca sejak awal ketika Partai Golkar mendeklarasikan Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama PAN dan PPP. Dari beberapa statemen anggota koalisi, publik meyakini KIB dibentuk atas arahan istana. Namun Partai Gerinda serta PKB menolak bergabung dan memilih membentuk Koalisi Indonesia Raya (KIR).
Sementara Partai Nadem yang juga merupakan partai pendukung pemerintah, memilih bergabung dengan dua partai oposisi yakni PKS dan Partai Demokrat membentuk Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).
Dalam perkembangannya wacana menyatukan KIB dan KIR berhembus kencang ketika peluang Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk diusung sebagai capres PDIP menipis. Isu koalisi besar sebagai sekoci Ganjar andai tidak dicapreskan PDIP, semakin bergema setelah Presiden Joko Widodo terang-terangan menyatakan dukungannya.
Penjajakan pembentukan koalisi besar, yakni beranggotakan seluruh partai pendukung istana minus Nasdem, terus dimatangkan di tengah berbagai spekulasi terkait komposisi capres dan cawapres yang akan diusung.
Tidak diduga, PDIP mendeklarasikan Ganjar sebagai bakal calon presiden, sehari menjelang hari raya Idul Fitri 2023. Ada dua kemungkinan mengapa PDI tiba-tiba mengambil langkah dramatis dan sama sekali luput dari pengamatan publik.
Pertama, saat itu elektabilitas Ganjar diberitakan melorot setelah secara terbuka menolak kedatangan tim sepakbola Israel yang akan bertanding pada Piala Dunia U21 di Indonrsia. Penolakan tersebut merupakan lebijakan resmi PDIP karena juga disuarakan Gubernur Bali I Wayan Koster yang notabene kader PDIP.
Dalam pidato pengantar pengumuman bakal calon presiden di Istana Batu Tulis , Ketua Umum PDIP Megawati Seokarnoputri pun menyinggung soal elektabilitas Ganjar. Meski heran dan tidak percaya dengan hasil survei, yang disebutnya naik-turun tidak jelas, sementara dirinya paham ilmu statistik, Mega meyakini dengan pengumuman tersebut  elektabilitas Ganjar akan reborn.
Kedua, terlihat ada kekhawatiran dengan kian kencangnya wacana koalisi besar, terutama setelah di-endorse oleh Presiden Jokowi. Jika koalisi besar terbentuk tanpa PDIP, dan kemudian mendeklarasikan Ganjar, maka PDIP akan "ketinggalan kereta". Sesuatu yang tidak diinginkan seperti halnya ketika Ganjar dideklarasikan sebagai bakal calon presiden oleh partai lain.
Meski menjadi satu-satunya partai yang dapat mengusung pasangan capres dan cawapres tanpa berkoalisi, dalam berbagai kesempatan kader-kadernya mengatakan PDIP tidak ingin bergerak sendirian. Faktor Itu yang menjadi alasan utama mengapa Megawati tidak mencapreskan Ketua DPR Puan Maharani karena ditengarai tidak mendapat dukungan partai lain setelah safari politiknya gagal total, sehingga Megawati "terpaksa" mengambil keputusan mendadak. Â