Sangat tidak elok manakala Presiden secara terbuka memberikan dukungan pada salah satu kandidat.
Pertama, seperti disebutkan di atas, seyogyanya Presiden berdiri di atas semua kandidat. Dengan demikian negara memberikan garansi netralitas dalam gelaran elektoral mendatang.
Kedua, alangkah memalukan manakala Presiden mendukung salah satu kndidat, ternyata kandidat yang didukung kalah. Tentu bukan hanya memalukan sosok Presiden, tetapi juga kita semua sebagai rakyatnya. Dengan bahasa lain, rakyat seolah di-fait accompli untuk memilih kandidat yang didukung Presiden agar tidak menimbulkan rasa malu.
Ketiga, dukungan Presiden pada salah satu kandidat akan menguatkan polarisasi di tengah masyarakat. Manakala terjadi gesekan, siapa yang akan mendamaikan? Presiden tidak lagi memiliki "legal standing" karena sudah berpihak. Ini tentu sangat berbahaya.
Keempat, legacy kepemimpinan. Presiden Jokowi tentu ingin dikenang sebagai pemimpin yang berhasil menyatukan rakyatnya. Hal ini hanya bisa didapat jika dalam kepemimpinannya, dalam setiap kebijakan dan tutur katanya, mencerminkan keberpihakan kepada semua rakyat, menghilangkan dikotomi pendukung-nonpendukung.
Kelima, seperti dikatakan Presiden dan juga para pembantunya, kita sedang menghadapi krisis ekonomi global. Semua kekuatan dikerahkan untuk mencegah agar hal itu tidak berdampak pada perekonomian Indonesia. Untuk mencapai hal itu tentu membutuhkan dukungan seluruh rakyat.
Jika rakyat sudah terkotak-kotak dalam dukung-mendukung kandidat yang justru diorkestrasi oleh negara, apakah masih relevan untuk meminta seluruh rakyat mendukung upaya pemerintah menghadapi ancaman resesi?
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H