Kita sepakat penghinaan berbeda dengan kritik. Sangat paham. Tetapi ingat, penghinaan juga multitafsir. Sangat mungkin dalam satu kasus, si pelaku merasa sedang melakukan kritik, namun si pejabat merasa dihina.
Jika pasal penghinaan tetap diterapkan, bisa saja kelak terjadi hal seperti ini: Sebuah tulisan menyebut menteri A tidak becus bekerja. Tulisan tersebut disertai data beberapa kegagalan Menteri A. Namun si menteri merasa dirinya telah dihina melalui frasa "tidak becus bekerja", dan melapor ke polisi. Â Â
Kita menolak setiap upaya untuk melindungi jabatan dan institusi publik secara berlebihan. Apalagi sudah ada pasal lain yang juga dapat digunakan sebagai instrumen hukum untuk melindungi individu. Tidak perlu dibuat khusus karena akan mengesankan pengistimewaan.
Menghentikan kritik, yang kemudian bisa ditafsirkan sebagai penghinaan, adalah dengan bukti kinerja, bukan berlindung di balik hukum.
Ingat, semakin tebal perlindungan yang diberikan, maka sesungguhnya semakin terlihat borok yang ingin ditutupi. Pemimpin yang baik, tidak akan tumbang oleh penghinaan, tidak juga terbang oleh pujian. Â
Beda hal memang ketika kekuasaan dibangun dalam bilik pencitraan. Semua daya dikerahkan demi melindungi citra diri.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H