Di sisi lain, Jokowi tentu tidak ingin meninggalkan legacy demokrasi yang rapuh. Suksesi kepemimpinan nasional harus dilaksanakan secara demokratis. Itu sebabnya Jokowi memberi kesempatan yang sama kepada semua tokoh yang memiliki potensi menjadi penggantinya untuk mulai melakukan kerja politik dalam angka menaikan elektabilitas.
Nantinya Jokowi tinggal merangkul semua capres untuk mendapatkan jaminan kesediaan penggantinya melanjutkan program kerja nasional, terutama menuntaskan pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara.
Mari kita tunggu keberanian KIB mendeklarasikan capresnya seperti keinginan Jokowi. Jika KIB mendeklarasikan Ganjar, maka potensi munculnya 4 pasangan capres dan cawapres di Pilpres 2024 semakin terbuka.
Dengan demikian rakyat memilih banyak pilihan sesuai semangat yang diusung dari puluhan gugatan judicial review terkait tingginya ambang batas presiden (presidential threshold) yang  semuanya telah ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).
Tidak perlu ada kekhawatiran terjadinya polarisasi rakyat karena dukung-mendukung kontestan elektoral. Masyarakat kita sudah sangat dewasa. Bahkan dalam lingkup terkecil, pemilihan kepala desa, tidak ada gesekan berkepanjangan akibat beda pilihan.
Gesekan yang terjadi usai dua gelaran pilpres terakhir bukan karena rakyat yang tidak bisa berpolitik, bukan karena belum bisa menerima kekalahan jagoannya, tetapi karena kampanye pembelahan yang sengaja dilakukan segelintir elit politik demi meraih kemenangan.
Jargon-jargon agitatif seperti sebelum era 1965, melabeli lawan politik sebagai musuh negara, adalah contohnya.
Mari berpolitik secara sehat. Beda pendapat, beda pilihan politik, bukan alas pembenar untuk mencaci.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H