Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Muhaimin Masih Sebatas Penggembira Pilpres

18 Oktober 2022   08:43 Diperbarui: 18 Oktober 2022   08:50 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Muhaimin Iskandar | Kompas.com

Muhaimin Iskandar adalah ketua umum partai yang paling rajin mendeklarasikan diri sebagai calon presiden namun selalu berakhir sebagai penggembira.

Sejak menjadi Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) hanya di Pilpres 2009 Muhaimin tidak pasang target menjadi capres karena langsung mendeklarasikan dukungan kepada petahana Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang berpasangan dengan Boediono.

Menjelang Pilpres 2014, Muhaimin rajin memposisikan diri sebagai capres maupun cawapres. Hal serupa dilakukan menjelang Pilpres 2019. Bahkan sudah banyak baliho yang menampilkan gambar Muhaimin sebagai cawapres Presiden Joko Widodo.

Namun akhirnya Muhaimin tidak menjadi cawapres Jokowi meski PKB sudah memberikan dukungan. Hanya saja, Muhaimin sempat membuat manuver ketika Jokowi terlihat akan menggandeng Mahfud MD yang sudah sempat fitting baju lengan panjang putih. 

Muhaimin bersama Ketua Umum PPP (saat itu) Romahurmuziy dan Ketua PBNU (saat itu) KH Said Aqil Siradj menyebut Mahfud bukan kader NU. Aksinya membuahkan hasil karena Jokowi kemudian "mengganti" Mahfud - kini Menko Polhukam, dengan KH Ma'ruf Amin.

Menjelang Pilpres 2024, Muhaimin kembali sibuk mempromosikan diri sebagai capres PKB. Manuvernya lebih berani karena sempat mewacanakan Koalisi Semut Merah bersama PKS. Terakhir Muhaimin menyebut siap menjadi cawapres jika berkoalisi dengan PDIP.

Padahal sebelum bertemu dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani, Muhaimin sudah sangat yakin akan berpasangan dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang telah menyatakan kesiapannya menjadi  capres.

Bisa ditebak, ujung-ujungnya, wakil ketua MPR itu tidak akan menjadi cawapres siapa pun, apalagi capres.

Mengapa Muhaimin selalu gagal menjadi peserta kontestasi pilpres? Padahal Muhaimin bukan politisi "kaleng-kaleng". Kepiawaiannya dalam berpolitik telah teruji.

Setelah berhasil menguasai PKB di tahun 2005 dan memenangkan rebutan nomor peserta Pemilu 2009 dengan Yenny Wahid, saat ini Muhaimin tercatat sebagai ketua umum partai pemilik kursi di DPR terlama setelah Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Meski belum bisa mengembalikan kejayaan PKB seperti pada Pemilu 1999, Muhaimin setidaknya berhasil mempertahankan PKB sebagai partai medioker. Setelah terpuruk di Pemilu 2009 dengan perolehan 4,95 persen, Muhaimin mampu memperbaikinya di Pemilu 2014 dan 2019. Di dua pemilu terakhir tersebut PKB meraih 9.04 persen dan 9,69 persen suara nasional.

Saat ini PKB memiliki 58 kursi di DPR atau berada di urutan kelima. Jauh di atas Demokrat (54 kursi), PKS (50), PAN (44) dan PPP (19). PKB hanya kalah 1 kursi dibanding Partai Nasdem.

Ada asumsi Muhaimin dimanjakan oleh warga Nahdliyin yang tidak bisa berpaling dari PKB karena faktor sejarah dan kesamaan benderanya.

Sesuatu yang masih bisa diperdebatkan mengingat banyak juga kader NU yang menjadi kader partai lain seperti Nusron Wahid. Mantan ketua umum GP Ansor itu memilih berlabuh di Partai Golkar.

Hasil Pemilu 2024 dapat menjadi pembuktian Muhaimin setelah Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf melarang pengurus NU terlibat dalam politik praktis. Gus Yahya ingin mengembalikan marwah NU sebagai organisasi keagamaan yang hanya mengurus umat dari sisi agama, pendidikan, dan ekonomi.

Atas sikap Gus Yahya, Muhaimin sempat memberikan reaksi keras dengan memajang kaos bertuliskan "NU Kultural Wajib Ber-PKB, Struktural Sakarepmu" di akun media sosialnya, medio Mei 2020.

Jika perolehan suara PKB di Pemilu 2024 tetap tinggi, minimal sama dengan Pemilu 2019, berarti PKB benar-benar sudah bisa "lepas" dari NU sekaligus membuka fakta adanya gap antara Nahdliyin akar rumput dengan pengurus organisasi (struktural).  

Dengan keberhasilan PKB di Pemilu 2014 dan 2019, mestinya Muhaimin juga mendulang elektabilitas tinggi sebagai modal meraih asa di Pilpres 2024. Nyatanya, hasil survei sejumlah lembaga, elektabilitasnya masih sangat rendah.

Bahkan ada lembaga survei yang menempatkan elektabilitasnya di bawah Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang baru seumur jagung terjun ke politik.

Kecenderungan keterpilihannya yang rendah menjadi poin utama kegagalan Muhaimin menjadi peserta 2 gelaran pilpres terakhir.

Faktor kedua, gestur Muhaimin terlihat inferior ketika berhadapan dengan ketua umum partai lain. Muhaimin terlihat belum bisa "setara" ketika berjumpa dengan SBY, Prabowo, terlebih Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Tanpa wibawa dan aura kepemimpinan yang kuat, publik tidak yakin Muhaimin bisa ngotot untuk mengegolkan agendanya menjadi capres maupun cawapres.

Faktor lainnya adalah kemungkinan Muhaimin sengaja menjadikan pencapresannya sebatas alat tawar (bargaining possition) kepada partai dan capres lain untuk kepentingan berbeda. Artinya Muhaimin tidak benar-benar ingin menjadi capres maupun cawapres.

Jika benar-benar ingin menjadi capres ataupun cawapres di Pilpres 2024, masih ada waktu bagi Muhaimin untuk berbenah, terutama menaikan elektabilitas. Dengan elektabilitas tinggi dan modal suara PKB, Muhaimin bisa menghapus status sebagai "penggembira pilpres".

Tetapi menaikan elektabilitas bukan hal yang mudah bagi Muhaimin. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain, pertama, Muhaimin lebih senang menjadi bagian dari gerbong pemerintah. Dukungan yang diberikan kepada pemerintahan SBY dan kini Jokowi, seolah tanpa reserve.

Contohnya dalam kasus revisi UU KPK, pembentukan UU Omnibus Law Cipta Kerja, hingga kenaikan harga BBM baik di era SBY maupun Jokowi.

Kedua,  Muhaimin tidak banyak melakukan manuver politik yang mampu membuka mata masyarakat. Manuvernya saat menggagalkan Mahfud sebagai cawapres Jokowi, justru melahirkan sikap antipati dari pendukung Jokowi dan Mahfud.

Ketiga, masih ada Gusdurian yang belum bisa menerima Muhaimin. Tetapi mereka tetap memilih PKB karena dianggap warisan Gus Dur yang harus dijaga dan dibesarkan.

Keempat, banyaknya kontroversi yang diciptakan kader PKB di kabinet yakni Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Abdul Halim Iskandar, Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah dan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas  

Mereka dianggap sebagai "orangnya Muhaimin" sehingga setiap kontroversi yang terjadi berimbas langsung pada elektabilitas Muhaimin, bukan PKB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun