Meski belum bisa mengembalikan kejayaan PKB seperti pada Pemilu 1999, Muhaimin setidaknya berhasil mempertahankan PKB sebagai partai medioker. Setelah terpuruk di Pemilu 2009 dengan perolehan 4,95 persen, Muhaimin mampu memperbaikinya di Pemilu 2014 dan 2019. Di dua pemilu terakhir tersebut PKB meraih 9.04 persen dan 9,69 persen suara nasional.
Saat ini PKB memiliki 58 kursi di DPR atau berada di urutan kelima. Jauh di atas Demokrat (54 kursi), PKS (50), PAN (44) dan PPP (19). PKB hanya kalah 1 kursi dibanding Partai Nasdem.
Ada asumsi Muhaimin dimanjakan oleh warga Nahdliyin yang tidak bisa berpaling dari PKB karena faktor sejarah dan kesamaan benderanya.
Sesuatu yang masih bisa diperdebatkan mengingat banyak juga kader NU yang menjadi kader partai lain seperti Nusron Wahid. Mantan ketua umum GP Ansor itu memilih berlabuh di Partai Golkar.
Hasil Pemilu 2024 dapat menjadi pembuktian Muhaimin setelah Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf melarang pengurus NU terlibat dalam politik praktis. Gus Yahya ingin mengembalikan marwah NU sebagai organisasi keagamaan yang hanya mengurus umat dari sisi agama, pendidikan, dan ekonomi.
Atas sikap Gus Yahya, Muhaimin sempat memberikan reaksi keras dengan memajang kaos bertuliskan "NU Kultural Wajib Ber-PKB, Struktural Sakarepmu" di akun media sosialnya, medio Mei 2020.
Jika perolehan suara PKB di Pemilu 2024 tetap tinggi, minimal sama dengan Pemilu 2019, berarti PKB benar-benar sudah bisa "lepas" dari NU sekaligus membuka fakta adanya gap antara Nahdliyin akar rumput dengan pengurus organisasi (struktural). Â
Dengan keberhasilan PKB di Pemilu 2014 dan 2019, mestinya Muhaimin juga mendulang elektabilitas tinggi sebagai modal meraih asa di Pilpres 2024. Nyatanya, hasil survei sejumlah lembaga, elektabilitasnya masih sangat rendah.
Bahkan ada lembaga survei yang menempatkan elektabilitasnya di bawah Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang baru seumur jagung terjun ke politik.
Kecenderungan keterpilihannya yang rendah menjadi poin utama kegagalan Muhaimin menjadi peserta 2 gelaran pilpres terakhir.
Faktor kedua, gestur Muhaimin terlihat inferior ketika berhadapan dengan ketua umum partai lain. Muhaimin terlihat belum bisa "setara" ketika berjumpa dengan SBY, Prabowo, terlebih Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.