Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menakar Peluang 3 Sosok Calon Wapres Anies

9 Oktober 2022   19:17 Diperbarui: 9 Oktober 2022   19:30 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anies Rasyid Baswedan. Foto: Kompas.com

Keberadaan wakil seringkali hanya dianggap sebagai ban serep yang hanya dipakai kala darurat. Asumsi ini diperkuat dengan pemahaman bahwa hanya ada satu nahkoda di atas perahu. Tidak boleh ada matahari kembar dalam organisasi (politik) karena berpotensi menimbulkan friksi hingga ketidakpatuhan dan polarisasi anggota.

Namun dalam kontestasi elektoral, keberadaan wakil seringkali berperan penting dalam menentukan hasil akhir. Sulit untuk menafikan kontribusi suara Jusuf Kalla pada kemenangan Presiden Joko Widodo di Pilpres 2014. Demikian juga keberadaan KH Ma'ruf Amin di Pilpres 2019.

Dari pamahaman ini, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan yang telah dideklarasikan sebagai calon presiden (capres) oleh Partai Nasdem, harus jeli memilih calon wakil presiden (cawapres). Terlebih Nasdem memberikan kebebasan.

Anies harus memilih cawapres yang mampu menghadirkan dukungan dari kelompok masyarakat yang tidak terjangkau, kalis atau bahkan mungkin resisten dengan dirinya.  

Di tengah masyarakat yang sangat majemuk, nyaris mustahil ada figur yang bisa diterima oleh semua kelompok. Sehebat apa pun dia, tetap memiliki sisi yang bisa menjadi alasan untuk tidak diterima oleh satu atau dua kelompok.

Alasannya bermacam-macam seperti perbedaan preferensi politiknya, tidak sependapat dengan program yang ditawarkan, sampai pernak-pernik atas dasar penilaian subjektif. Sah-sah saja sepanjang tidak dilakukan dengan cara-cara yang mencederai demokrasi itu sendiri.

Sebab di situlah letak keindahan demokrasi. Tidak ada pihak yang dapat memonopoli minat dan selera masyarakat, termasuk dalam hal memilih calon pemimpinnya. Gelaran elektoral menempatkan semua orang setara tanpa tersekat oleh pendidikan, status sosial, ekonomi, suku dan agama.

Dalam demokrasi elektoral suara pemuka agama dinilai sama dengan suara pelaku kriminal karena berlaku one man one vote.

Lalu siapakah sosok yang paling tepat untuk mendampingi Anies. Ada tiga nama yang layak diunggulkan yakni Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa.

Mari kita lihat kelebihan dan kekurang ketiganya jika ditandemkan dengan Anies. Namun harus diingat, bahwa prediksi ini tidak didasarkan pada hasil survei mana pun. Sebab seperti disampaikan dalam tulisan-tulisan sebelumnya, fakta membuktikan hasil survei sering kali tidak linier dengan real count.

Bukan rahasia lagi, banyak lembaga survei yang disewa partai atau perorangan untuk memoles citranya. Tingginya elektabilitas atau kecenderungan keterpilihan seseorang, dalam sebuah survei sangat mungkin tidak sama dengan hasil akhir dari bilik suara.

Prediksi murni menggunakan parameter atau rujukan rekam jejak dan kecenderungan politik saat ini.

Pertama, AHY.

Tangan dingin Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono mampu memoles AHY menjadi sosok yang diperhitungkan dalam kontestasi Pilpres 2024. Partai Demokrat yang terpuruk di dua gelaran pemilu terakhir, kini tampil lebih menjanjikan; dinamis dan enerjik, sehingga kemungkinan bisa menarik pemilih kelompok milenial.

Namun pendukung Partai Demokrat saat ini memiliki kecenderungan yang sama dengan pendukung Anies yakni kelompok terpelajar, muda dan oposan. Sekali pun tidak dipasangkan dengan AHY, pemilih Demokrat cenderung tetap akan memilih Anies, terlebih jika lawannya Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto atau Ketua DPP PDIP Puan Maharani.

Kedua, Ridwan Kamil.

Kelebihan utama jika Anies menggandeng Ridwan Kamil adalah menjadikan semua partai pengusung secara setara karena keduanya sama-sama bukan kader partai.

Kang Emil memiliki kelebihan lain karena dari semua nama potensial untuk kandidat capres maupun cawapres saat ini, hanya dirinya yang berlatar belakang Sunda, suku kedua terbesar dengan populasi mencapai 36 juta lebih alias sekitar 15 persen dari total populasi Indonesia.

Hanya saja, Ridwan Kamil masih butuh waktu untuk bisa membangun basis dukungan di luar Jawa Barat. Padahal suami Atalia Praratya itu masih setahun menjabat gubernur, yakni sampai  September 2023 sehingga tidak akan leluasa bergerak di luar wilayahnya.

Ketiga, Khofifah Indar Parawansa.

Anies dan Khofifah memiliki basis pendukung berbeda. Anies cenderung didukung kelompok Islam moderat yang tinggal di perkotaan. Sedang Khofifah berasal dari trah Nahdlatul Ulama (NU) yang sering dipersepsikan sebagai Islam tradisional.

Menggandeng Khofifah berarti Anies sudah mendapat garansi dukungan dari sebagian kaum Nahdliyin, utamanya warga Muslimat NU, organisasi sayap NU yang telah dipimpin Khofifah selama 22 tahun.

Namun Khofifah kemungkinan sulit diterima PKS. Dalam kontestasi Pilgub Jawa Timur 2018, PKS bahkan lebih memilih bergabung dengan PDIP dari pada ikut mengusung mantan Menteri Sosial itu.

Manakah dari ketiga nama itu yang akan menjadi cawapres Anies? Mari kita tunggu. Namun bukan berarti nama  lain sudah tertutup, Bahkan jika terjadi anomali politik, bisa saja Anies justru berpasangan dengan Puan Maharani.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun