Bukan rahasia lagi, banyak lembaga survei yang disewa partai atau perorangan untuk memoles citranya. Tingginya elektabilitas atau kecenderungan keterpilihan seseorang, dalam sebuah survei sangat mungkin tidak sama dengan hasil akhir dari bilik suara.
Prediksi murni menggunakan parameter atau rujukan rekam jejak dan kecenderungan politik saat ini.
Pertama, AHY.
Tangan dingin Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono mampu memoles AHY menjadi sosok yang diperhitungkan dalam kontestasi Pilpres 2024. Partai Demokrat yang terpuruk di dua gelaran pemilu terakhir, kini tampil lebih menjanjikan; dinamis dan enerjik, sehingga kemungkinan bisa menarik pemilih kelompok milenial.
Namun pendukung Partai Demokrat saat ini memiliki kecenderungan yang sama dengan pendukung Anies yakni kelompok terpelajar, muda dan oposan. Sekali pun tidak dipasangkan dengan AHY, pemilih Demokrat cenderung tetap akan memilih Anies, terlebih jika lawannya Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto atau Ketua DPP PDIP Puan Maharani.
Kedua, Ridwan Kamil.
Kelebihan utama jika Anies menggandeng Ridwan Kamil adalah menjadikan semua partai pengusung secara setara karena keduanya sama-sama bukan kader partai.
Kang Emil memiliki kelebihan lain karena dari semua nama potensial untuk kandidat capres maupun cawapres saat ini, hanya dirinya yang berlatar belakang Sunda, suku kedua terbesar dengan populasi mencapai 36 juta lebih alias sekitar 15 persen dari total populasi Indonesia.
Hanya saja, Ridwan Kamil masih butuh waktu untuk bisa membangun basis dukungan di luar Jawa Barat. Padahal suami Atalia Praratya itu masih setahun menjabat gubernur, yakni sampai  September 2023 sehingga tidak akan leluasa bergerak di luar wilayahnya.
Ketiga, Khofifah Indar Parawansa.
Anies dan Khofifah memiliki basis pendukung berbeda. Anies cenderung didukung kelompok Islam moderat yang tinggal di perkotaan. Sedang Khofifah berasal dari trah Nahdlatul Ulama (NU) yang sering dipersepsikan sebagai Islam tradisional.