Ke mana larinya subsidi Rp 7,28 triliun? Seperti juga subsidi tahpan pertama sebesar Rp 3,6 triliun, uang sebanyak itu dduga menguap -- tanpa bekas. Lagi dan lagi pemerintah dipaksa tunduk pada kemauan pengusaha sawit.
Demo merebak di mana-mana. Salah satu tuntutannya adalah meminta penurunan harga minyak goreng dengan kertesediaan yang cukup. Pesan demo nyaris tak sampai ditimpali keriuhan hal-hal yang tidak substansial. Sengaja untuk mengaburkan tuntutan mahasiswa?
Alhasil, demo berlalu, harga kebutuhan pokok terus melambung. Rakyat kebingungan. Suara-suara yang menginginkan penurunan harga kebutuhan pokok, utamanya minyak goreng, langsung lenyap ditimpa serbuan labelisasi kadrun, radikalisme, intoleran hingga dukung-mendukung politik.
Usai keliling pasar tradisional dan menyakskan sendiri kelangkaan minya goreng curah, Presiden Jokowi membuat pengumuman akan melarang ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng. Kita bersorak karena melihat pengurai karut-matur akan dipotong dari hulunya. Kita berasumsi, bahan pembuat minyak goreng adalah CPO seperti yang diwartakan selama ini.
Ternyata harapan itu keliru. Sejumlah pejabat dan asosiasi pengusaha berkumpul. Hasilnya, Airlangga Hartarto mengumumkan, larangan ekspor tidak termasuk CPO, melainkan produk minyak goreng dan refind, bleached, dan deodorized plam olein (RBDPO) yang memiliki tiga HS code yakni 1511.9036, 1511.9037 dan 1511.9039.
Apa itu RBDPO? Berdasar Keputusan Menteri Perindustrian Nomor 392 Tahun 2014 RBDPO adalah adalah fraksi cair hasil pemisahan RBDPO.
Secara singkat dapat dijelaskan, dalam proses pembuatan minyak goreng, bahan baku utamanya adalah CPO. Minyak sawit mentah itu kemudian melewati proses pemurnian atau refinery dengan prinsip penggunaan suhu tinggi.
Proses refinery terdiri dari tiga tahapan proses, yaitu pemucatan, penghilangan asam lemak bebas dan bau. Dari ketiga proses itu menghasilkan produk berupa RBDPO.
Selama proses pemurnian tersebut terdapat bahan tambahan yaitu phosphoric acid yang berfungsi untuk menghilangkan getah-getah yang ada dalam CPO, dan bahan bleaching earth yang berfungsi untuk memucatkan warna minyak.
Setelah proses tersebut, proses berikutnya adalah fraksinasi yaitu proses yang memisahkan fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein). Hasil dari proses ini adalah RBDPO atau yang lazim kita sebut minyak goreng curah.
Artinya, jika yang dilarang hanya RBDPO maka sangat mudah bagi pengusaha sawit mengakali yakni dengan mengekspor CPO-nya. Logikanya, untuk apa mengolah CPO menjadi RBDPO namun harganya ditentukan pemerintah sementara jika diekspor dalam bentuk CPO bisa mendatangkan keuntungan lebih besar.