Aksi corat-coret berisi ujaran kotor dan kasar terhadap baliho Ketua DPR yang juga Ketua DPP PDI Perjuangan Puan Maharani terjadi di banyak titik di Jawa Timur. Mengapa aksi vandalisme itu terjadi dan siapa pelakunya?
Sebelumnya, baliho Puan yang terpasang di kantor DPC PDIP Kabupaten Blitar ditulisi "open BO" dengan (sepertinya) cat semprot warna hitam. Polisi sudah menurunkan tim jantras untuk mencari pelakunya karena dianggap melakukan penghinaan terhadap pejabat negara.
Ternyata aksi serupa juga terjadi di Surabaya. Menurut Ketua DPC PDIP Kota Surabaya Adi Sutarwijono, baliho Puan yang ditulisi kata-kata kasar dan kotor ditemukan juga di Jalan Wiratno, Jalan Karangasem, Jalan Soekarno, dll.
Anggota Fraksi PDIP di DPR RI Guntur Wahono langsung mengarahkan telunjuknya kepada pihak eksternal partai yang disebutnya bertujuan mengadu-domba. Guntur menuding tindakan orang tidak bertanggung-jawab itu bernuansa politis.
"Nampaknya ada pihak-pihak eksternal di luart intern PDIP yang berusaha membuat persoalan di intern kader PDIP," kata Guntur seperti dikutip dari kompas.com Â
Guntur mengakui sedang ada perbedaan di internal PDIP terkait calon yang akan diusung di Pilpres 2024 mendatang. Hal itu kemudian dimanfaatkan oleh orang luar untuk mengadu-domba.
Pernyataan Guntur belum dapat dijadikan pegangan, apalagi kesimpulan. Saat ini polisi masih bekerja mengungkap pelaku di balik kejadian itu sehingga belum dapat disimpulkan siapa pelaku dan dalangnya.
Seperti diketahui, internal PDIP sempat memanas ketika Bambang "Pacul" Wuryanto menuding Gubernur Jawa Tengah yang juga kader PDIP Ganjar Pranowo, telah membentuk tim medsos untuk menaikkan elektabilitasnya sebagai modal agar diusung PDIP pada gelaran Pilpres 2024.
Tidak lama setelah itu Puan menggebrak dengan roadshow ke berbagai daerah, memasang baliho dan iklan di media. Puan juga rajin tampil di media dengan kritik-kritik tajam terhadap kebijakan pemerintah, terutama terkait penanganan pandemi Covid-19. Banyak yang menduga, Puan sedang dipersiapkan sebagai kandidat calon presiden atau calon wakil presiden.
Namun suara-suara penolakan terhadap Puan bukan tidak ada. Banyak yang tidak sependapat jika PDIP menyingkirkan Ganjar demi Puan yang elektabilitasnya masih rendah.
Dari berbagai persoalan yang mengemuka tersebut, dapat diduga siapa yang melakukan tindakan vandalisme. Setidaknya ada lima kelompok yang patut dicurigai.
Pertama, mengikuti dugaan Guntur Wahono yakni pelakunya eksternal yang memiliki kepentingan dengan kekisruhan di tubuh PDIP.
Kedua, internal yang kecewa dengan sikap elit partai yang berupaya menyingkirkan Ganjar dari peta persaingan menuju Pilpres 2024.
Ketiga, bagian dari gimmick agar Puan terkesan dizalimi. Model ini masih ampuh dipakai dalam khazanah politik Indonesia.
Keempat, pihak yang alergi kritik. Padahal kritik yang disampaikan Puan justru amanat UUD 1945 dan menjadi bagian dari tugas DPR untuk mengawasi kinerja pemerintah.Â
Kelima, kelompok yang tidak suka dengan masifnya pemasangan baliho Puan di tengah pandemi. Mungkin ada yang berpikiran; bukannya membantu masyarakat yang sedang kesusahan menghadapi pandemi, malah sibuk kampanye.
Terlepas kelompok mana yang nantinya terbukti, kita mengutuk aksi vadalisme tersebut terlebih andai benar terkait dengan dinamika politik di internal PDIP. Sebab hal itu kian memundurkan kehidupan berdemokrasi kita setelah sebelumnya dicecoki hoaks yang diproduksi buzzer politik demi mencitrakan yang busuk menjadi baik atau sebaliknya.
Apa pun motifnya, tidak ada pembenaran untuk tindakan vandalisme terlebih dalam konteks politik. Perbedaan pendapat harus disikapi dengan cara-cara beradab. Kemenangan politik memang perlu dan harus diperjuangkan.
Namun haram jika menggunakan cara-cara yang menjauhkan negeri ini dari komunitas bangsa-bangsa beradab, menjauhkan kita dari demokrasi yang telah susah payah kita rebut dan kita bangun bersama.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H