Dari berbagai persoalan yang mengemuka tersebut, dapat diduga siapa yang melakukan tindakan vandalisme. Setidaknya ada lima kelompok yang patut dicurigai.
Pertama, mengikuti dugaan Guntur Wahono yakni pelakunya eksternal yang memiliki kepentingan dengan kekisruhan di tubuh PDIP.
Kedua, internal yang kecewa dengan sikap elit partai yang berupaya menyingkirkan Ganjar dari peta persaingan menuju Pilpres 2024.
Ketiga, bagian dari gimmick agar Puan terkesan dizalimi. Model ini masih ampuh dipakai dalam khazanah politik Indonesia.
Keempat, pihak yang alergi kritik. Padahal kritik yang disampaikan Puan justru amanat UUD 1945 dan menjadi bagian dari tugas DPR untuk mengawasi kinerja pemerintah.Â
Kelima, kelompok yang tidak suka dengan masifnya pemasangan baliho Puan di tengah pandemi. Mungkin ada yang berpikiran; bukannya membantu masyarakat yang sedang kesusahan menghadapi pandemi, malah sibuk kampanye.
Terlepas kelompok mana yang nantinya terbukti, kita mengutuk aksi vadalisme tersebut terlebih andai benar terkait dengan dinamika politik di internal PDIP. Sebab hal itu kian memundurkan kehidupan berdemokrasi kita setelah sebelumnya dicecoki hoaks yang diproduksi buzzer politik demi mencitrakan yang busuk menjadi baik atau sebaliknya.
Apa pun motifnya, tidak ada pembenaran untuk tindakan vandalisme terlebih dalam konteks politik. Perbedaan pendapat harus disikapi dengan cara-cara beradab. Kemenangan politik memang perlu dan harus diperjuangkan.
Namun haram jika menggunakan cara-cara yang menjauhkan negeri ini dari komunitas bangsa-bangsa beradab, menjauhkan kita dari demokrasi yang telah susah payah kita rebut dan kita bangun bersama.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H