Wacana vaksin berbayar yang kini telah ditunda mendapat sorotan tajam dari organisasi kesehatan dunia (World Health Organization/WHO). Bukan hanya dampaknya, WHO juga "mengajari" bagaimana cara mendapatkan vaksin gratis jika Indonesia sudah tidak mampu menyediakan vaksin gratis.
Dikutip dari kompas.com, melalui resmi WHO, Kepala Uni program Imunisasi WHO Ann Lindstand mengkritik kebijakan vaksin gotong royong. Â Ann mengingatkan setiap orang harus memiliki hak yang sama untuk bisa mengakses vaksin Covid-19.
Vaksin berbayar, ujar Ann, akan menimbulkan problem akses dan etika dalam penanganan pandemi. Sebab yang dibutuhkan saat ini cakupan vaksinasi yang luas dan bisa menjangkau semua individu yang rentan.
Poin berikut yang merupakan solusi Ann jika pembiayaan yang menjadi kendala, sungguh menohok. Menurut Ann, banyak lembaga yang memberi bantuan untuk pengadaan vaksin gratis seperti COVAX Facility. Jika membutuhkan dana untuk pengiriman dan penyimpanan, bisa meminta bantuan kepada lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia.
Untuk mengetahui saran yang dapat membuat kita malu, penulis kutip utuh pernyataan Ann, "Ada pasokan vaksin dari COVAX melalui kolaborasi UNICEF, WHO dan lain-lain. Tentunya mereka memiliki akses vaksin yang gratis hingga 20 persen dari populasi yang didanai para penyandang kerjasama COVAX. Jadi sama sekali tidak dipungut pembayaran dalam pelaksanaannya."
Pernyataan Ann Lindstand berkaitan dengan rencana vaksin berbayar awalnya digulirkan melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 10 Tahun 2021. Tidak lama aturan tersebut diubah dengan Permenkes Nomor 19 Tahun 2021. Baik Permenkes Nomor 10 maupun 19 isinya sama yakni tentang vaksin berbayar. Bedanya, jika awalnya pendanaan oleh perusahaan, pada beleid kedua boleh dibebankan kepada perorangan (individu).
Bio Farma sebagai holding bidang kesehatan BUMN sudah menugaskan PT Kimia Farma (Persero) Tbk sebagai pelaksana. Rencananya vaksin dari Kimia Farma didistribusikan ke perusahaan yang mengikuti program vaksin berbayar. Pelaksaanan untuk vaksinasi individu dilakukan melalui outlet Kimia Farma dan apotik yang ditunjuk. Â Â
Tentunya, selain menyediakan vaksin, Kimia Farma juga menyediakan tenaga kesehatan untuk melakukan penyuntikan. Belum ada penjelasan dari mana tenaga kesehatan yang akan melayani vaksinasi di perusahaan atau apotik.
Saat ini pelaksanaan vaksin berbayar telah ditunda setelah mendapat kritik tajam dari berbagai elemen masyarakat, termasuk aktivis civil society. Namun karena masih bersifat penundaan sampai dengan waktu yangb belum ditentukan, masih terbuka peluang untuk dilanjutkan.
Alasan yang digaungkan untuk membantu target terbentuknya kekebalan kelompok (herd immunity) sempat menyihir di tengah tingginya sebaran Covid-19. Tetapi tagline itu diragukan karena untuk melaksanakannya dibutuhkan sumber daya dan prasarana penunjang, terutama tenaga kesehatan dalam jumlah besar. Padahal saat ini seluruh tenaga kesehatan sedang dikerahkan untuk menangani lonjakan pasien Covid-19 baik yang tengah dirawat di rumah sakit maupun tempat-tempat perawatan darurat lainnya.
Jika Kimia Farma hanya mampu melakukan vaksinasi dalam hitungan ribuan perhari, meski tetap membantu, namun jauh dari target yang digaungkan. Nuansa bisnis semakin kentara jika nantinya para karyawan perusahaan dipaksa mengikuti vaksinasi perusahaan di mana pembayarannya melalui pemotongan gaji. Â