Sikap PDIP bisa dipahami karena jika pilkada digelar serentak, maka jabatan kepala daerah yang kosong akan diisi oleh pelaksana tugas (plt). Jabatan ini bisa diisi oleh pegawai dari daerah tersebut maupun droping dari Kementerian Dalam Negeri. Meski aparatur sipil negara (ASN) dilarang berpolitik, namun para pejabat yang ditunjuk tentu akan sangat loyal kepada pemerintah pusat. Â Posisi demikian tentu menguntungkan PDIP sebagai partai penguasa.
Namun bagaimana jika kubu pro pilkada 2022 dan 2023 yang menang?
Tensi politik di Jakarta akan meningkat. Tahun 2022 menjadi tahun krusial karena partai-partai besar ingin menempatkan kadernya sebagai kandidat. PDIP, Golkar, Gerindra tentu tidak ingin melepas kesempatan untuk mendudukkan kader sebagai gubernur DKI. Terlebih ada gelaran Pilpres 2024 sehingga pilkada DKI dipandang sebagai pilpres mini. Â
Namun demikian, sangat mungkin calon akan mengerucut hanya pada 2-3 orang. Nama Anies Baswedan berada di urutan pertama dengan status petahana, disusul Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Nama Risma memang selalu dikaitkan dengan pilkada DKI, bahkan sejak  gelaran 2012. Mantan wali kota Surabaya ini sempat diunggulkan akan diusung PDIP pada Pilkada 2017. Namun kemudian terpental di menit akhir. Â
Setelah menjadi Mensos, kader PDIP itu rajin safari ke kolong jembatan di jakarta bawah sorotan kamera. Bahkan saking rajinnya Risma bisa menemukan gelandangan di Jalan Jenderal Sudirman yang selama ini steril karena merupakan jalan protokol utama.
Temuannya pun menuai pro-kontra karena dianggap mengada-ada. Tidak sedikit yang beranggapan aksi Risma sengaja untuk mendistorsi keberhasilan Anies menata kawasan Sudirman -- Thamrin yang saat ini cukup indah dan menjadi destinasi wisata ramah pejalan kaki.
Tentu menarik jika PDIP menjagolan Risma di Pilkada DKI 2022 mendatang.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H