Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Agar Opinimu Tidak Jadi Sampah Peradaban

3 Mei 2020   18:42 Diperbarui: 7 Mei 2020   14:12 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan opini tidak lagi menjadi ladang (berbagi) ilmu pengetahuan dan wawasan dari sudut pandang seseorang, namun (oleh sebagian) telah dijadikan sekedar kendaraan untuk meluapkan kebencian dan alas permusuhan

Bagaimana agar Hal Ini Tidak Berlarut-larut? 
Hal pertama tentu adanya jaminan kebebasan beropini dari negara sebagaimana bunyi pasal 28 E ayat (2) UUD 1945 Amandemen II.

Jaminan kebebasan akan menyingkirkan pemidanaan atas dasar kepentingan lain sehingga penulis opini dapat menggali dan menukik lebih dalam pada persoalan yang diangkat dan dibahas. 

Kedua, penulis opini harus memiliki tanggung jawab moral sehingga adanya jaminan kebebasan tidak dijadikan landasan mencaci-maki atau menggunakan bahasa-bahasa vulgar dengan tujuan menyerang dan merendahkan martabat seseorang. 

Tulisan opini terikat pada standar dan norma-norma yang berlaku, termasuk tidak memanipulasi atau menghilangkan data dan bila perlu melakukan crosscheck terhadap data atau fakta yang dimiliki. 

Dengan demikian, jika pun bukan termasuk karya intelektual, (mestinya) tulisan opini juga bukan sampah yang mengotori peradaban.

Ketiga, senantiasa memberikan sentuhan hasil olah pikir yang berasal dari saripati wawasan terhadap suatu permasalahan. Berita dari media massa cukup menjadi trigger, pijakan, bukan segalanya.

Itu artinya, tidak mungkin semua masalah dapat kita tulis (dijadikan opini) karena sangat mungkin sebenarnya kita tidak menguasai secara utuh. Miris jika menggunakan pemahaman sepotong itu untuk membenarkan atau menyalahkan pihak lain.

Keempat, adanya perkumpulan penulis opini dengan syarat keanggotaan yang ketat sehingga secara tidak langsung dapat menjadi filter untuk menyaring apakah seseorang layak disebut penulis opini ataukah sekedar penulis partisan.

Tujuan utamanya bukan untuk mematikan keragaman pikir, mengebiri kebebasan berpendapat, tetapi menaikkan standar kepenulisan agar lebih baik dan benar berdasarkan kaidah dan norma yang berlaku.

Bukan untuk mendikotomi atau menciptakan kelas elit penulis, tetapi tantangan agar penulis-penulis opini mau belajar, membaca, sehingga menaikkan "statusnya".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun