Tulisan opini tidak lagi menjadi ladang (berbagi) ilmu pengetahuan dan wawasan dari sudut pandang seseorang, namun (oleh sebagian) telah dijadikan sekedar kendaraan untuk meluapkan kebencian dan alas permusuhan
Bagaimana agar Hal Ini Tidak Berlarut-larut?Â
Hal pertama tentu adanya jaminan kebebasan beropini dari negara sebagaimana bunyi pasal 28 E ayat (2) UUD 1945 Amandemen II.
Jaminan kebebasan akan menyingkirkan pemidanaan atas dasar kepentingan lain sehingga penulis opini dapat menggali dan menukik lebih dalam pada persoalan yang diangkat dan dibahas.Â
Kedua, penulis opini harus memiliki tanggung jawab moral sehingga adanya jaminan kebebasan tidak dijadikan landasan mencaci-maki atau menggunakan bahasa-bahasa vulgar dengan tujuan menyerang dan merendahkan martabat seseorang.Â
Tulisan opini terikat pada standar dan norma-norma yang berlaku, termasuk tidak memanipulasi atau menghilangkan data dan bila perlu melakukan crosscheck terhadap data atau fakta yang dimiliki.Â
Dengan demikian, jika pun bukan termasuk karya intelektual, (mestinya) tulisan opini juga bukan sampah yang mengotori peradaban.
Ketiga, senantiasa memberikan sentuhan hasil olah pikir yang berasal dari saripati wawasan terhadap suatu permasalahan. Berita dari media massa cukup menjadi trigger, pijakan, bukan segalanya.
Itu artinya, tidak mungkin semua masalah dapat kita tulis (dijadikan opini) karena sangat mungkin sebenarnya kita tidak menguasai secara utuh. Miris jika menggunakan pemahaman sepotong itu untuk membenarkan atau menyalahkan pihak lain.
Keempat, adanya perkumpulan penulis opini dengan syarat keanggotaan yang ketat sehingga secara tidak langsung dapat menjadi filter untuk menyaring apakah seseorang layak disebut penulis opini ataukah sekedar penulis partisan.
Tujuan utamanya bukan untuk mematikan keragaman pikir, mengebiri kebebasan berpendapat, tetapi menaikkan standar kepenulisan agar lebih baik dan benar berdasarkan kaidah dan norma yang berlaku.
Bukan untuk mendikotomi atau menciptakan kelas elit penulis, tetapi tantangan agar penulis-penulis opini mau belajar, membaca, sehingga menaikkan "statusnya".