Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Inikah Tujuan Permenhub Luhut yang Sebenarnya?

14 April 2020   08:59 Diperbarui: 14 April 2020   12:00 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Luhut Binsar Pandjaitan. Foto: KOMPAS.com/Danu Kusworo

Ada banyak kemungkinan di balik terbitnya Permenhub Nomor 18 Tahun 2020 yang diteken Menteri Perhubungan ad interim Luhut Binsar Pandjaitan. Tetapi sulit untuk menempatkan peraturan tersebut sebagai penguat dari aturan-aturan penanganan Covid-19 yang sudah terlebih dahulu terbit.

Bahkan pasal 11 huruf (d) jelas-jelas bertentangan dengan Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 karena memperbolehkan kendaraan dua untuk mengangkut penumpang, meski disertai syarat harus mengikuti protokol kesehatan.

Pasal ini kemudian ditafsirkan sebagai jalan bagi ojek berbasis aplikasi (ojol) untuk kembali menarik penumpang, sekaligus mementahkan Pergub DKI Nomor 33 Tahun 2020 yang ditandadatangi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.    

Baik di dalam Permenkes 9 maupun Pergub 33, kendaraan  roda berbasis aplikasi dua dibatasi penggunaannya hanya untuk pengangkutan barang.  

Apakah Luhut, yang juga Menko Kemaritiman dan Investasi tidak membaca atau tidak memahami Permenkes 9? Terlalu naif jika berpikiran demikian. Jajaran Kemenhub yang terdiri dari para ahli di bidangnya tentu sudah melalukan kajian mendalam. Kita pun meyakini beleid itu diniatkan untuk kebaikan.

Terlebih, seperti dikatakan juru bicara Kemnenhub Adita Irawati sebelumnya, Permenhub berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia yang menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), tanpa terkecuali Jakarta dan sekitarnya.

Tetapi tidak salah juga jika kita melihat dari sisi berbeda. Sebab Luhut pernah beberapa kali memiliki pendapat berbeda dengan kebijakan Anies, seperti dalam isu pulau reklamasi di Pantai Utara Jakarta.

Bahkan dalam upaya penanganan sebaran virus korona, Kemenhub sempat menjegal keinginan Pemprov DKI untuk melarang bis keluar-masuk wilayah Jakarta. Padahal rencana itu digaungkan sebagai langkah untuk membendung arus mudik yang diyakini turut menyumbang terjadinya sebaran virus korona di daerah.

Larangan Kemenhub didasarkan pada belum adanya kajian dampak ekonomi. Pemerintah pusat tetap ada aktifitas ekonomi di daerah sehingga tidak melarang mudik. Lucunya, pada saat bersamaan mengimbau agar warga Jabodetabek tidak mudik ke daerah asal. Bahkan menjanjikan bantuan sembako hingga uang tunai bagi yang mau mematuhi anjuran tersebut.

Didasarkan dari perspektif itu, kemungkinan Permenhub 18/2020 juga memiliki tujuan, setidaknya ada efek, disadari atau tidak, untuk "menjatuhkan" Anies di mata driver ojol, dan juga sebagian masyarakat yang sejak awal menolak kebijakan apa pun  yang keluarkan Anies.    

Bahkan Luhut kemungkinan sudah mengetahui jika Anies akan menolak Permenhub yang memang bertentangan dengan Pergub, Permenkes serta imbauan physical distancing yang digaungkan Jokowi dan para kepala daerah. Pencantuman pasal 11 huruf (c) yang membatasi kendaraan roda dua hanya untuk mengangkut barang, menjadi alas argumennya.

Artinya, Luhut dan jajaran Kemenhub kemungkinan memang tidak berniat untuk memperbolehkan ojol ngaspal kembali, namun ingin mendapatkan efek atau pantulan dari penolakan Anies karena dapat menjadi penegas siapa yang melarang ojol narik penumpang. Dengan demikian protes ojol akan diarahkan ke Anies.  

Munculnya protes dan jeritan driver ojol terkait larangan narik, menjadi peluang bagi politisi yang tengah mencari panggung. Bahkan Ketua DPP PDIP Nusyirwan Soejono "meneriaki" Anies untuk memikirkan ojol, seolah tidak ada komunitas masyarakat lain yang juga terdampak PSBB.

Tetapi, andai benar ada tujuan demikian, sodokan bola Luhut kurang efektif. Sebab selain adanya Permenkes dan imbauan physical distancing, Anies juga pernah meminta dispensasi kepada pemerintah pusat dan ditolak.

Apakah Anies juga sebenarnya sudah tahu jika permintaannya akan ditolak namun tetap diajukan dengan tujuan agar tidak dicap sebagai pihak yang melarang ojol membawa penumpang seperti ditudingkan Nursyirwan? Kita akan mengetahuinya dalam beberapa hari kemudian setelah PSBB berjalan dan diketahui dampaknya bagi penanganan Covid-19.

Tetapi satu hal yang menarik adalah munculnya ojol sebagai komunitas yang mampu "membelah" opini pejabat, bahkan kemudian terimplementasi dalam kebijakan.

Hidup ojol!

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun