Mantan Sekrtearis BUMN Muhammad Said Didu (MSD) memberikan surat klarifikasi terkait pernyataannya dalam video berjudul MSD : Luhut Hanya Pikirkan Uang, Uang dan Uang. Klarifikasi tersebut sebagai tanggapan atas surat Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (LBP).
Tidak ada perminataan maaf dalam surat klarifikasi tertanggal 7 April yang dikirim langsung oleh MSD ke Kantor Kemenko Marves. Sebelumnya, LBP, melalui juru bicaranya Jodi Mahardi, mengancam  akan memidanakan jika MSD tidak meminta maaf dalam tempo 2x24 jam.
Dalam surat klarifikasinya, MSD menegaskan tidak bermaksud menyerang pribadi LBP melainkan tengah menjalankan tanggung jawab intelektual. Apa yang dilakukan merupakan panggilan hati nurani dan bentuk tanggung jawab untuk selalu bersikap kritis kepada aparatur negara agar kebijakan yang diambil selalu fokus untuk kepentingan rakyat.
Apakah benar demikian atau hanya upaya pembelaan diri MSD, tulisan ini tidak dimaksudkan untuk memberikan penilaian. Termasuk terkait langkah yang akan diambil LBP.
Kita mengapresiasi sikap MSD yang menolak meminta maaf, setidaknya itu yang tercermin dalam surat klarifikasinya. Artinya, MSD masih berpendirian jika pernyataannya benar disertai landasan seperti ditulis di atas. Saat ini bola ada di LBP, apakah akan menerima klarifikasi MSD ataukah meneruskan ke jalur hukum.
Mengapa kita mendukung, bahkan mengapresiasi sikap MSD?
Pertama, jika MSD meminta maaf, sama saja dengan mengakui dirinya telah membuat kekeliruan atas pernyataannya. Sebagai intelektual, hal demikian itu tentu sangat memalukan. Opini seorang intelektual harus bisa dipertanggungjawabkan karena mestinya sudah sesuai dengan kaidah-kaidah keilmuan yang diharuskan.
Alangkah miris andai opini yang dibikin seorang  doktor ternyata tidak berdasar, bahkan hanya hoaks, apalagi fitnah. Initentu sangat  memalukan, bukan hanya dirinya namun juga kaum terpelajar pada umumnya.
MSD harus berani menghadapi tuntutan hukum dan menyiapkan data-data penunjang opini untuk dibeber di muka sidang. Di sini akan diuji apakah data-data yang dijadikan landasan opininya benar, sesuai fakta atau asal comot seperti penulis-penulis opini kelas receh.
Kedua, jika baru "digertak" langsung meminta maaf karena takut dibui, misalnya, apa bedanya dengan para penebar hoaks yang marak dalam beberapa tahun ini? Terlepas rasio yang ditangkap mungkin memang timpang antara pelaku hoaks atau ujaran kebencian terhadap oposisi dan pemerintah, tetapi umumnya mereka langsung meminta maaf dan menyebut tindakannya sebagai balas dendam, iseng, tidak tahu isinya, atau sekedar ikut-ikutan.
Tentu MSD bukan tipe seperti itu. Sebagai intelektual dan mantan pejabat tinggi, MSD tentu sudah memperhitungkan resiko di balik opini yang disiarkan.
Jadi, sekali lagi kita mendukung langkah MSD yang menolak meminta maaf. Kita berharap, LBP pun tidak hanya "menggertak" sehingga benar-benar membawa kasus ini hingga ke pengadilan.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H