Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menunggu Jokowi Bawa Kapal Perang (Lagi) ke Natuna

4 Januari 2020   00:03 Diperbarui: 6 Januari 2020   16:46 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Demikian juga dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut PBB atau UNCLOS 1982 yang menjadi sandaran Indonesia. Meski China mengaku tunduk pada UNCLOS 1982, namun juga tetap menggunakan klaim history and relevant waters atas perairan Natuna sebagai dampak penguasaan Kepulauan Spratly.

Di samping upaya terus-menerus di ruang diplomasi, Indonesia harus menunjukkan kemampuannya dalam menjaga wilayah kedaulatannya. Jika selama ini masih dikawal white hull milik Badan Keamananan Laut (Bakamla), dalam kondisi sekarang, ada baiknya mendorong grey hull milik TNI Al lebih ke depan.

Bukan tidak percaya dengan kemampuan Bakamla, tetapi seperti dikatakan Kepala Bakamla Laksamana Madya Achmad Taufiqoerrochman, dalam kondisi damai white hull memang yang berada depan. Sementara kondisi di Natura sudah "siap perang".

Artinya, saat ini pihak Indonesia harus menempatkan ancaman terhadap kedaulatan di Natuna sebagai kondisi luar biasa yang siap "diramaikan". 

Kita masih ingat ketika Presiden Joko Widodo, dalam kapasitasnya sebagai capres petahanan tahun 2018 lalu, mengatakan dirinya panas dan langsung membawa kapal perang ke Natuna setelah mendengar klaim China atas Natuna.

Jokowi memang sempat ke Natuna tahun 2016 dengan menaiki KRI Imam Bonjol yang sebelumnya menangkap nelayan di perairan tersebut. Saat itu, Sekretaris Kabinet Pramono Anung menjelaskan, kunjungan Jokowi sebagai bagian dari penegasan kedaulatan Indonesia di Natuna.

Kini, di tengah kian nekadnya China mengklaim peraiaran Natuna yang berarti mengusik kedaulatan NKRI, masihkah Jokowi akan ke Natuna dengan membawa kapal perang? NKRI harga mati tentu bukan hanya semboyan karena di situlah eksistensi bangsa ini dipertaruhkan. 

Jika pun "minder" dengan kekuatan tempur RRC yang lebih jumbo dan modern, bagaikan berjarak 30 tahun dengan peralatan tempur RI yang bukan saja sangat minim namun juga tua, maka pengerahan pasukan ke perbatasan Natuna tidak dimaksudkan sebagai deklarasi perang namun untuk membangkitkan rasa nasionalisme, membangunkan kesadaran warga bangsa akan arti pentingnya persatuan karena ancaman dari luar itu nyata.

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun