Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kita Menoreh Luka di 2019

31 Desember 2019   07:28 Diperbarui: 31 Desember 2019   16:28 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun politik 2019 yang menghadirkan beragam cemas, ditutup antiklimaks ketika Presiden Joko Widodo menggandeng Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto masuk ke Istana. 

Meski ujaran provokatif di media-media sosial masih ada- belum sepenuhnya reda, namun tendensi yang mengarah pada disintegrasi bangsa perlahan menguap.

Jika dideret, ada banyak isu yang sempat membuat kita sebagai bangsa begitu cemas. Isu disintegrasi dalam balutan suku dan agama mencuat tanpa filter karena diproduksi dan disebarkan oleh buzzer-buzzer yang dikelola mesin politik dan pemilik modal dengan misi tunggal: memenangkan jagoannya.

Nyaris tidak ada ada etika dan kesantunan karena medan politik disamakan dengan ladang pertempuran sich. Hilang semua keadaban, apalagi penghormatan terhadap lawan yang bahkan dalam perang sesungguhnya masih menyisakan ruang demikian.

Kita tidak mencari siapa yang salah. Tetapi membiarkan itu semua berlalu tanpa catatan, atau malah menganggap sebagai kelaziman yang terjadi musiman, sama halnya dengan membiarkan gulma di ladang.

Mungkin saja tahun ini masih bisa disembunyikan dengan retorika, melalui pembagian kekuasaan. Namun siapa berani menjamin esok, tahun-tahun ke depan, tidak akan menjadi persoalan serius yang meruntuhkan tidak lagi sebatas ancaman, sendi-sendi berbangsa.  

Namun "membersihkannya" hanya dari satu sisi, juga bukan tindakan yang elok. Apalagi jika dasarnya pada sentimen kesukuan, agama dan preferensi politik. Harus diakui, persoalan yang terjadi kemarin berasal dari semua pihak.

Tanpa keberanian mengakui hal itu, apalagi terus menjejalkan kebenaran hanya sebagai miliknya sambil melempar semua kotoran ke pihak lain, maka tidak akan pernah ada titik temu. Jangan bermimpi tentang kedamaian.

Ingat, luka-luka yang diderita dua pihak (sekedar melokalisir berdasarkan pilihan politik) sungguh terlalu dalam karena bersinggung dengan suku dan agama. Mereka yang terluka kala sukunya dihina, ketika agamanya dijadikan bahan olok-olokkan, tidak akan sembuh hanya dengan satu kalimat retoris, satu kata maaf.

Kita bersyukur karena mampu melewati fase itu meski bertumbal sejumlah nyawa. Kita berharap, kita meminta, hal semacam itu tidak terjadi lagi di tahun-tahun mendatang. Sebab sebenarnya kita bisa mencegah andai semua pihak mematuhi rambu-rambu bernegara, berpolitik, yang sudah digariskan.

Kita tidak menyangkal adanya penguatan sentimen (ghirah) keagamaan, kesukuan dan hal-hal lain terkait identitas diri dan kelompok. Hal yang sama juga terjadi di belahan dunia lain. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun