Gestur Ani dan Luhut yang melakukan koreksi terhadap salam 10 jari Managing Director IMF Christine Lagarde menjadi satu jari, dianggap sebagai bentuk kampanye yang menguntungkan petahana Joko Widodo.
Meski diputus bebas oleh Bawaslu dengan alasan keduanya tidak melakukan kampanye terselubung, namun persepsi sebagian publik tidaklah demikian.
Bahkan andai pun benar-benar tidak ada tujuan kampanye, tetap harus dipahami saat itu tengah berlangsung kampanye dengan rivaliitas yang sangat intens dan beberapa ASN yang memperagakan hal serupa namun dengan dua jari, mendapat hukuman, minimal teguran.
Para ASN yang melihat bosnya melakukan tindakan tak terpuji, sangat mungkin diam-diam melakukan perlawanan melalui cara yang berbeda. Artinya, sangat mungkin sikap vulgar ASN dalam mengekspresikan identitasinya juga dipengaruhi oleh sikap pimpinannya.
Kita berharap, Ani dan juga pejabat lain, tidak mudah menyalahkan faktor luar sebagai penyebab munculnya eksklusivisme  keagamaan di lingkungannya. Terlebih jika bertolak-belakang dengan pemahaman umum (sekedar tidak menyebut fakta). Â
Seorang pemimpin mestinya mampu mengayomi semua pihak dalam jangkauan kepemimpinannya, dapat bersikap netral dan adil dalam berbagai hal. Â
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H