Perbedaan pandangan antara PDI Perjuangan dengan Presiden Joko Widodo yang merupakan kadernya, bukan hal baru. Namun penolakkan PDIP terhadap wacana Perppu KPK benar-benar membuat Jokowi terjepit.
Bukan sekedar gimmick, penolakkan itu dituangkan dalam keterangan resmi Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, 28 September lalu. Bahkan Ketua Badan Pemenangan Pemilu yang juga Sekretaris Fraksi PDIP di DPR Bambang Wuryanto menyebut Jokowi tidak menghargai DPR jika nekad terbitkan Perppu KPK.
Sementara koleganya di Komisi III, Aria Bima meminta Jokowi berbicara terlebih dahulu dengan DPR sebelum mengambil keputusan terkait penerbitan Perppu KPK.
Seperti diketahui dalam pertemuan dengan sejumlah tokoh di Istana Kepresidenan, Jokowi membuka opsi menerbitkan Perppu KPK untuk memenuhi tuntutan mahasiswa yang menggealr aksi demo di berbagai daerah setelah DPR bersama pemerintah mengesahkan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Â Â
Kondisi saat ini mengingatkan ketika Jokowi "dipaksa" oleh PDIP untuk melantik Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri di tahun 2015 lalu. Padahal saat itu BG yang telah lolos fit and proper test di DPR berstatus tersangka KPK.
Desakan semakin kuat setelah BG memenangkan praperadilan di PN Jakarta Selatan sehingga tidak lagi berstatus tersangka. Namun Jokowi tetap menolak, terlebih setelah mendapat jaminan dukungan dari sejumlah partai, terutama Gerindra. BG akhirnya ditunjuk menjadi Kepala Badan Intelijen Negara sejak September 2016.Â
Kini akankah Jokowi akan kembali berbeda sikap kebijakan partainya? Jawabannya akan ditentukan oleh tiga hal.
Pertama, seberapa besar desakan mahasiswa. Jika situasi telah normal dan tidak ada lagi demonstrasi besar-besaran dari kalangan mahasiswa dan pelajar, kemungkinan Jokowi memilih mengikuti kehendak PDIP.
Jokowi akan mendorong penolak revisi UU KPK untuk melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitus (MK). Â
Baca juga : Narasi Wiranto Berjarak Puluhan Tahun dengan Kaum Milenial
Kedua, dukungan dari anggota DPR yang baru. Jika legislator yang akan dilantik tanggal 1 Oktober besok menyerahkan sepenuhnya kebijakan terkait revisi UU KPK, maka Jokowi akan menerbitkan Perppu.
Dengan demikian Jokowi dapat mempersiapkan pelantikkan periode keduanya tanpa direcoki perselisihan dengan DPR dan tekanan dari mahasiswa.
Ketiga, adanya kompromi politik antar elit. Kisruh politik sangat biasa diakhiri dengan kompromi. Jokowi akan menawarkan pasal-pasal yang "menguntungkan" elit politik dan anggota DPR dalam Perppu tersebut.
Artinya, Perppu KPK tidak sertamerta mengembalikan ke UU KPK yang lama, namun tetap membuang atau mengganti pasal-pasal yang dikompromikan. Misalnya terkait penyadapan dan keberadaan Dewan Pengawas KPK.
Terlepas mana yang akhirnya ditempuh Presiden Jokowi, satu pertanyaan menarik, mengapa PDIP sebagai partai pendukung dan pengusung utama gemar menyulitkan posisi Jokowi?
Apakah Jokowi yang tidak melaksanakan tugas partai ataukah partai yang terlalu membebani Jokowi?
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H