Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Presiden "Tersandera" Hasil Pansel Capim KPK, Ini Dasarnya

3 September 2019   05:02 Diperbarui: 3 September 2019   07:48 1323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anggota Pansel Capim KPK usai menghadap Presiden Jokowi. Foto: KOMPAS.com/Ihsanuddin

Desakan sejumlah elemen dan tokoh masyarakat agar Presiden Joko Widodo mengoreksi hasil seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) dipastikan kandas. 10 nama yang telah diserahkan panitia seleksi (Pansel) tidak mungkin diubah atau dikurangi.

Pembentukan Pansel Capim KPK merupakan amanat UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2015. 

Oleh karenanya, Presiden Jokowi menerbitkan Keppres Nomor 54/P Tahun 2019 sebagai dasar pembentukan Pansel Capim KPK periode 2019-2024 yang diketuai Yenti Garnasih, pakar hukum pidana ekonomi dan pencucian uang.

Sesuai alurnya, Pansel Capim KPK melakukan seleksi terhadap Capim KPK untuk diserahkan kepada Presiden. Selanjutnya Presiden menyerahkan 10 nama kepada DPR untuk dilakukan fit and proper test.  

Hal itu sesuai bunyi Pasal 30 Ayat 9 UU 30/2002 yang selengkapnya berbunyi "Paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya daftar nama calon dari panitia seleksi, Presiden Republik Indonesia menyampaikan nama calon sebagaimana dimaksud pada ayat (8) sebanyak 2 (dua) kali jumlah jabatan yang dibutuhkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia."

Dengan memperhatikan pasal tersebut, maka Presiden seperti "disandera" atau sekedar menjadi "tukang pos" ketika Pansel Capim KPK hanya menyetor 10 nama. Sebab jika Presiden mengubah nama hasil seleksi, atau mengurangi jumlah Capim KPK yang diserahkan ke DPR, jelas melanggar UU. Bahkan Yenti Garnasih memastikan Presiden tidak akan mengutak-atik hasil Pansel.

Padahal sebenarnya ada ruang yang memungkinkan Presiden mengoreksi hasil kerja Pansel apabila Capim KPK yang diserahkan lebih dari 10 nama. Hal itu dapat dilakukan karena tidak ada pasal yang mengatur jumlah Capim KPK yang wajib diserahkan kepada Presiden meski tetap tidak boleh di bawah 10 nama karena adanya ketentuan Pasal 9 UU KPK.

Dengan demikian, meski Presiden Jokowi menyebut akan memperhatikan masukan dari masyarakat, tetapi nyaris mustahil untuk menambah atau mengganti nama-nama yang telah diterimanya. Bahkan Jokowi hanya memiliki waktu paling lambat 14 hari untuk menyerahkan nama-nama Capim KPK ke DPR.

Ada pun 10 nama tersebut adalah Alexander Marwata (Komisioner KPK), Firli Bahuri (Anggota Polri), I Nyoman Wara (Auditor BPK), Johanis Tanak (Jaksa), Lili Pintauli Siregar (Advokat), Luthfi Jayadi Kurniawan (Dosen), Nawawi Pomolango (Hakim), Nurul Ghufron (Dosen),  Roby Arya B (PNS di Sekretariat Kabinet) dan Sigit Danang Joyo (PNS di Kementerian Keuangan).

Artinya, harapan kini tertumpu kepada anggota DPR untuk memilih komisioner KPK yang memiliki integritas, kredibel dan memenuhi harapan masyarakat. 

Jangan sampai DPR menggunakan kewenangan yang dimiliki justru untuk melakukan "tawar-menawar" meski selama ini banyak anggotanya yang ditangkap KPK.

Jika kelak yang dipilih dan dilantik menjadi komisioner KPK ternyata justru nama-nama yang selama ini mendapat sorotan tajam karena ada indikasi ketidakpatuhan terhadap hukum dan bahkan terlibat dalam upaya pelemahan KPK, maka lonceng kematian pemberantasan korupsi sejatinya sudah diperdengarkan.

Semoga tidak demikian karena negeri ini masih membutuhkan lembaga superbody untuk memberantas tindak kejahatan korupsi yang telah "melembaga" selama berpuluh-puluh tahun.

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun