Persoalan ada pada keberpihakan Jokowi terhadap kelompok Islam puritan, serta keberadaan tokoh-tokoh dan partai pendukung yang dianggap anti Islam. Sebenarnya gemanya  tidak terlalu kuat manakala tim di sekitar Jokowi, dan kini TKN, tidak meladeni "provokasi" kelompok ini. Tetapi yang kita lihat justru seperti sengaja membenturkannya. Â
Pernyataan-pernyataan yang kontra terus diproduksi oleh elemen di sekitar Jokowi. Maka serangan yang harus dilakukan untuk melokalisir isu ini adalah ke dalam, bukan ke luar. Erick Thohir harus berani mengambil sikap tegas kepada partai dan juga tokoh pendukung Jokowi untuk tidak memasuki isu ini, apalagi memproduksinya.
Kedua, apa yang akan dilakukan di periode kedua? Pemilih tidak loyal (swing voter) menunggu apa rencana Jokowi jika kembali terpilih menjadi Presiden, bukan apa yang telah dilakukan. Memang perlu untuk membeber keberhasilan yang sudah dicapai, tetapi lebih penting lagi adalah apa yang akan dilakukan kelak. Terlebih jika keberhasilan itu sudah diketahui masyarakat dan nyatanya tidak memberi tambahan elektabilitas.
Seperti  disinggung di atas, dalam beberapa kasus kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah tidak berbanding lurus dengan elektabilitas, apalagi perolehan suara. Pilgub DKI Jakarta 2017 bisa dijadikan referensi di mana saat itu 90 persen lebih masyarakat Jakarta puas atas kinerja petahana namun nyatanya Basuki Tjahaja Purnama kalah.Â
Perolehan suaranya tidak pernah melebihi 50 persen baik di putaran pertama maupun kedua. Â Adanya isu agama tidak kita ingkari. Tetapi Jokowi tetap menang meski diterpa isu agama dan bahkan PKI, baik di Pilgub DKI 2012 dan Pilpres 2014 adalah juga fakta yang tidak bisa diabaikan.
TKN harus berani menyerang dengan menyodorkan gagasan dan ide-ide baru yang akan dilakukan Jokowi jia kelak merengkuh  periode kedua. Dari pada menghabiskan energi untuk mengamati  dan mengomentari tingkah Sandiaga, alangkah lebih baik jika hal itu digunakan untuk "menyerang" dengan menyodorkan program-program yang sesuai keinginan masyarakat.
Ketiga, TKN mengambil-alih "peran remeh" yang selama ini "terpaksa" dilakukan Jokowi karena mungkin timnya tidak berjalan. Salah satu contohnya adalah pendekatan terhadap kelompok milenial. Jika sebelum masa kampanye memang tepat, tetapi tidak untuk saat ini. Melihat Jokowi berjibaku menjadi milenial dengan cara nge-vlog bareng vlogger-vlogger "amatir" terkesan terlalu memaksa. Â Mestinya pendekatan semacam itu menjadi tugas TKN. Silakan dilihat video Jokowi bersama vlogger lalu bandingkan dengan video Sandiaga bersama emak-emak.
Lebih dari itu, kita berharap kedua pasangan calon dan tim suksesnya, memulai tahun 2019 dengan kampanye yang lebih substantif, tidak lagi berkutat pada isu-isu sensasional, apalagi mengeksploitasi agama yang tidak diyakini. Jangan gampang tes ombak, karena jika menjadi tsunami, yang tersisa hanya sesalan.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H