Usai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah ruang kerjanya, spekulasi adanya peran Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi dalam proses pencairan dana hibah yang dikelola Kemenpora kepada pihak ketiga, langsung merebak. Jawaban atas satu pertanyaan ini yang akan menentukan apakah akan ada Menpora baru sebelum Pilpres, bahkan sebelum Tahun Baru 2019, ataukah tidak.
Seperti diketahui, sebelumnya KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Deputi Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora Mulyana dan 8 orang lainnya.
KPK menemukan dugaan adanya korupsi dengan modus kickback pada pencarian dana hibah untuk Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Jumlahnya cukup fantastis karena Kemenpora mendapat fee sebesar 19,13 persen dari total dana hibah Rp 17,9 miliar alias sekitar Rp 3,4 miliar.
Selain menyita uang Rp 7 miliar rupiah, KPK juga menetapkan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan Bendahara Umum KONI Johnny E Awuy sebagai tersangka pemberi suap. Sedang Mulyana, Adhi Purnomo selaku Pejabat Pembuat Komitmen pada Kemenpora, dan Eko Triyanto sebagai Staf Kemenpora, ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Pada hari yang sama, KPK memeriksa staf pribadi Menpora, Miftahul Ulum. Menurut Wakil Ketua KPK Saut Situmorang, Miftahul punya peran signifikan dalam kasus tersebut. Selang sehari kemudian KPK menggeledah kantor Menpora.
Hasilnya, tim penyidik mengamankan sejumlah proposal dan dokumen hibah. Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, alur pencarian dana hibah melewati meja Menpora.
Pertanyaannya, apakah hibah kepada KONI berlaku otomatis, ataukah ada kewenangan Kemenpora dalam menentukan institusi penerima hibah dan besarannya? Jika jawabannya otomatis alias hanya dititipi, maka kecil kemungkinan Menpora terlibat.
Sebab ada anggaran yang sifatnya hanya titipan. Biasanya anggaran ini ditujukan untuk organisasi atau beberapa organisasi dan bersifat rutin.
Penitipan anggaran terjadi karena penerima dana yang bersumber dari APBN tidak memiliki nomor rekening (mata anggaran) tersendiri di Kementerian Keuangan sehingga pencairannya melalui atau menginduk pada lembaga negara atau kementerian tertentu.
Ada juga anggaran yang dititpkan karena berupa kegiatan yang dilaksanakan pihak ketiga seperti Asian Games.
Tetapi jika jika Menpora memiliki kewenangan untuk menentukan organisasi penerima atau besaran dana yang dialokasikan, atau tata kelola pencairannya seperti misalnya per termin atau per kegiatan, terbuka kemungkinan, sekali lagi kemungkinan, Menpora mengetahui adanya kesepakatan-kesepakatan ilegal terkait kickback.