Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Tolak Bancakan APBN untuk Saksi Parpol!

19 Oktober 2018   02:20 Diperbarui: 19 Oktober 2018   23:06 2054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Badan Anggaran DPR. Foto: KOMPAS.com/Estu Setyowati

Partai-partai politik (parpol) sangat antusias menyambut wacana membayar honor saksi parpol yang bertugas di tempat pemungutan suara (TPS) pada Pemilu 2019 menggunakan dana APBN. Tidak tanggung-tanggung, besaran dana yang akan dijadikan bancakan mencapai Rp 3,9 triliun.

Hampir semua parpol menyetujui wacana tersebut. Partai Golkar, PAN, Gerindra, Demokrat, PKB, PKS,  PPP dan Hanura satu suara mendukung dengan alasan seragam yakni memenuhi asas keadilan bagi seluruh parpol peserta pemilu sebagaimana dikatakan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Ketua Komisi II DPR Zainudin Amali mempertegas, semua fraksi di komisinya sepakat karena menyadari tidak semua parpol memiliki dana yang cukup untuk membiayai saksi.  

Bahkan anggota Fraksi PAN DPR Yandri Susanto saat duduk sebagai wakil ketua RUU Pemilu, pernah meminta agar gelontoran APBN untuk membayar honor saksi dianggap layaknya bantuan langsung tunai (BLT) kepada parpol sehingga tidak perlu dipersoalkan.

Wacana saksi didanai APBN sebenarnya bukan hal baru. Menjelang Pemilu 2014, Partai Demokrat pernah menginisiasi wacana tersebut. Namun upayanya kandas setelah PDIP dan Nasdem yang saat itu menjadi oposisi, dan juga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)- sebagai pihak yang akan ditugasi mengelola dana tersebut, menolak. Bawaslu beralasan hal itu akan membebani dan mengganggu kinerjanya.

Kini keinginan tersebut kembali dihidupkan dengan anggaran yang jauh lebih besar dari sebelumnya yang "hanya" Rp 54,5 miliar. Menurut Ketua Banggar DPR Aziz Syamsuddin besaran dana saksi Pemilu 2019 mencapai Rp 3,9 triliun. .

Tentu kini konsistensi PDIP, juga Nasdem, sangat dibutuhkan. Jangan karena sekarang menjadi partai penguasa lantas berbalik mendukung dana saksi dari APBN, sebagaimana dalam isu kenaikan harga BBM di mana dulu menolak pengurangan subsidi kini justru terdepan dalam mendukung kebijakan penghapusan subsidi.

Masyarakat dan para penggiat demokrasi juga harus mengawal pembahasan anggaran saksi di DPR agar tidak menjadi keputusan politik yang bukan hanya mencederai rasa keadilan, namun juga menulikan nalar sehat.

Setidaknya ada dua hal yang menjadi alasan mengapa kita harus menolak saksi parpol dibiayai  APBN.

Pertama, parpol sudah mendapat alokasi dana yang tidak sedikit baik dari APBN maupun APBD di mana besarannya dihitungkan berdasarkan perolehan suara parpol pada saat pemilu. Tanpa pengawal ketat, parpol penguasa parlemen telah "berselingkuh" dengan pemerintah hingga kebijakan menaikkan dana untuk parpol dari sebelumnya Rp 108 per suara menjadi Rp 1.000 per suara disahkan tahun lalu.

Sebagai gambaran, setelah kanaikan tersebut PDIP sebagai partai pemenang Pemilu 2014 mendapat alokasi dana sebesar Rp 23,7 miliar per tahun, dari sebelumnya Rp 2,5 miliar. Sedang PKPI yang tidak berhasil meloloskan wakilnya ke DPR, memperoleh Rp 1,1 miliar dari sebelumnya hanya Rp 123,4 juta per tahun

Sementara dewan pengurus parpol tingkat provinsi dan kabupaten/kota juga mendapat kucuran  dana dari APBD dengan besaran berbeda-beda. Untuk DKI Jakarta, mulai 2018 jumlahnya naik menjadi Rp 1.200 per suara. DPD PDIP Jakarta kini mendapat Rp 1,4 miliar per tahun, sementara Gerindra yang menjadi juara pada pemilu 2014 kedua di DKI mendapat Rp 710,9 juta.

Usulan kenaikan dana parpol di DKI pernah ramai karena dianggap sebagai kebijakan Gubernur Jakarta Anies Baswedan yang dilantik Oktober 2017. Setelah diketahui usulan tersebut ditandatangani gubernur sebelumnya, Djarot Saiful Hidayat, pro-kontra langsung reda.

Jika ditotal dari seluruh daerah maka jumlah dana yang diterima tiap parpol dari APBD plus APBN, sangat besar. Belum lagi fasilitas lain yang diberikan negara kepada para perwakilannya di DPR dan DPRD..

Kedua, gaji untuk saksi mestinya menjadi beban kolektif para calon anggota legislatif (caleg) di daerah pemilihan (dapil)  masing-masing. Semisal di dapil Jakarta 1 PKS memiliki  5 caleg untuk DPRD DKI. Maka dana untuk menggaji saksi di sekitar 1.230 TPS ditanggung oleh kelima calegnya.

Jika satu saksi dibayar Rp 200 ribu, dana yang dibutuhkan tidak terlalu besar karena hanya kisaran Rp 246 juta. Jika dibagi lima, masing-masing caleg hanya menanggug sekitar Rp 50 juta. Jumlah tersebut mungkin hanya sepersepuluh dari total biaya kampanye yang dikeluarkan seorang caleg.

Hal ini lebih rasional dan tidak menimbulkan kecemburuan karena masyarakat yang mencari pekerjaan lain, tidak mendapat bantuan apa pun dari negara. Jangan dipermanis seolah mereka yang ingin menjadi anggota DPR/DPRD tengah menapaki jalan pengabdian.

Sebab itu pembodohan. Faktanya para politisi masih menganggap menjadi anggota dewan sebagai "pekerjaan" bukan pengabdian meski jika ditanyakan secara langsung mereka spontan mengelak dengan argumen kekanak-kanakkan. Salah satu bukti sahih jika menjadi anggota dewan masih dianggap pekerjaan adalah upaya mereka mendahulukan pendapatan dan fasilitas daripada kinerjanya.

Dari dua alasan di atas sangat tidak layak jika parpol masih ingin menggasak APBN untuk saksi di TPS. Jika sampai lolos dari pembahasan Banggar DPR, kita menyeru Presiden Joko Widodo berani menolak usulan tersebut, sekali pun harus berhadapan dengan parpol pengusungnya. .

Salam @yb

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun