Ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) melontarkan ide nyeleneh yakni membentengi gedung DPR dengan kaca antipeluru. Tidak butuh waktu lama untuk mendapat sanggahan beragam yang memojokkan. Bahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebutnya berlebihan karena harganya sangat mahal.Â
Belakangan Bamsoet meralat ucapannya. Yang dimaksud bukan kaca antipeluru tetapi kaca film anti peluru. Itu pun hanya untuk  untuk kaca yang menghadap ke Lapangan Tembak Perbakin Senayan, bukan seluruh kaca gedung DPR.
Tetapi ide Bamsoet terlanjur menimbulkan pro kontra, bahkan di kalangan anggota DPR. Anggota Fraksi Gerindra setuju karena harga kaca film antipeluru murah. Sedang anggota Fraksi PDI Perjuangan cenderung menolak dengan alasan pihaknya sudah sering mengalami situasi yang justru lebih berbahaya dari sekadar peluru nyasar.
Usulan Bamsoet memang didasari insiden peluru nyasar yang mengenai ruang kerja anggota Fraksi Gerindra Wenny Warouw di lantai 16 dan ruangan anggota Fraksi Golkar Bambang Heri Purnama di lantai 13. Meski tidak ada korban jiwa, namun insiden tersebut membuat shock anggota dewan. Â
Sempat muncul dugaan insiden tersebut bermuatan politis, sebelum kemudian polisi berhasil menangkap pelakunya yakni IAW dan RMY, PNS dari Kementerian Perhubungan yang tengah latihan menembak di Lapangan Tembak Senayan.
Mirisnya IAW dan RMY bukan anggota Perbakin. Hukuman 20 tahun penjara pun menanti, karena keduanya dijerat dengan pasal 1 ayat (1) UU Darurat No 12 Tahun 1951 dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah pun mengusulkan agar Lapangan Tembak Senayan dipindah. Usulannya didukung Ketua Fraksi PAN DPR Mulfachri Harahap.
Patutkah kaca-kaca di gedung DPR, setidaknya yang menghadap ke Lapangan Tembak Senayan, diberi pelapis antipeluru? Benar, gedung DPR merupakan salah satu objek vital negara yang harus mendapat keamanan ekstra. Terlebih penghuninya para anggota dewan terhormat yang memiliki tugas mulia yakni mewakili suara rakyat.
Tetapi memberi pelapis kaca antipeluru bukan jawaban atas hal-hal di atas. Hal ini tidak ada kaitannya dengan harga pelapis kaca antipeluru yang sebenarnya sangat murah jika dibanding dengan kehormatan, apalagi keselamatan para anggota dewan.
Tidak sampai Rp 1 juta per meter persegi. Bahkan ada yang hanya Rp 60 ribuan per meter persegi. Andai pun seluruh kaca luar gedung DPR diberi pelapis antipeluru, biaya yang dibutuhkan masih di bawah anggaran  annual meeting IMF-Bank Dunia di Bali beberapa waktu lalu.
Kita tegas menolak karena tidak ada urgensinya selain pemborosan. Peristiwa peluru nyasar dari Lapangan Tembak Senayan baru sekali ini terjadi dalam rentang waktu puluhan tahun sehingga tidak layak dijadikan dasar alasan. Masih lebih banyak warga yang terkena sasaran tembak, baik oleh aparat keamanan maupun penjahat. Â
Kita pun menolak gagasan pemindahan lapangan tembak Senayan. Selain reaktif, juga tanpa dasar. Ingat, jarak Lapangan Tembak Senayan dengan gedung DPR sangat jauh, lebih dari 250 meter, sementara jarak tembak efektif senjata jenis pistol, termasuk Glock 17 yang biasa digunakan anggota Perbakin, hanya 50-an meter, meski jika dimodifikasi menurut Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Nico Afinta bisa memiliki daya jangkau hingga 600 meter.
Pertanyaan sederhananya, apakah seluruh senjata untuk olahraga milik anggota Perbakin dimodifikasi? Jika sudah menjadi senjata pembunuh, bukan lagi sebatas senjata untuk olahraga, maka lebih efektif menertibkan anggota Perbakin daripada memindahkan Lapangan Tembak Senayan.
Bukankah jika dipindahkan ke wilayah mana pun di Jakarta, justru lebih berbahaya karena dipastikan tidak ada lahan dengan luasan ideal untuk lapangan tembak yang jauh dari pemukiman warga?
Ketiga, terkait kinerja anggota DPR. Jika mereka bekerja sesuai aspirasi masyarakat yang diwakili, niscaya apa pun keinginannya mendapat respon positif dari masyarakat. Bahkan masyarakat dengan sukarela memberikan perlindungan. Namun jika hasil kinerjanya justru bertolak-belakang dengan keinginan masyarakat yang diwakili, jangankan menuntut gedung lebih nyaman dan aman, sekadar meminta tambahan anggaran pembelian kopi pasti langsung diserbu cercaan.
Ada korelasi antara hak dan kewajiban yang sayangnya lebih sering diabaikan oleh para anggota dewan yang terhormat.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H