Tepat setahun menahkodahi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP)- sebelumnya Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP), Yudi Latif mengundurkan diri. Spekulasi liar merebak karena keputusan itu diambil  tengah kontroversi gaji Dewan Pengarah. Siapa yang akan ditunjuk menjadi kepala BPIP yang baru, bisa dipakai untuk mengetahui alasan sebenarnya di balik pengunduran diri mantan pejabat Rektor Universitas Paramadina ini.
Belum bisa dipastikan alasan sesungguhnya yang menjadi dasar pengunduran diri Yudi Latif. Saat berpamitan melalui akun Facebook, Yudi mengatakan transformasi UKP-PIP menjadi badan membawa perubahan pada struktur organisasi, peran dan fungsi lembaga serta hubungan antara dewan pengarah dan pelaksana.
"Saya merasa, perlu ada pemimpin-pemimpin baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan. Harus ada daun-daun yang gugur demi memberi kesempatan bagi tunas-tunas baru untuk bangkit. Sekarang, manakala proses transisi kelembagaan menuju BPIP hampir tuntas, adalah momen yang tepat untuk penyegaran kepemimpinan," tulisnya.
Tanpa mengurangi rasa hormat pada hak privasinya terkait urusan keluarga yang membutuhkan perhatian intensif sebagaimana disampaikan Juru Bicara Istana Kepresidenan Johan Budi Sapto Pribowo, ketidakjelasan alasan pengunduran diri Yudi Latif rawan menimbulkan banyak tafsir.
Pertama, pengunduran dirinya di tengah kontroversi tingginya gaji Dewan Pengarah. Seperti diketahui Megawati mendapat hak keuangan sebesar Rp 112.548.000, sedang anggota Dewan Pengarah termasuk Mahfud MD dan Try Sutrisno mendapat Rp 100.811.000 per bulan. Ada yang menduga Yudi Latif gagal meredam isu itu sehingga menjadi bola liar dan "mengenai" Presiden Jokowi sehingga membuat gerah sejumlah pihak. Tentu, jika patokannya tugas dan fungsi, Yudi tidak memiliki kapasitas untuk menentukan besar gaji Dewan Pengarah. Namun Yudi dapat meredam isu itu jika mampu memberikan gambaran seberapa strategisnya posisi Dewan Pengarah sehingga layak digaji tinggi. Â Â
Kedua, pernyataan bahwa transformasi dari UKP menjadi badan membawa perubahan pada hubungan antara Dewan Pengarah dengan pelaksana. Ini sangat menggelitik dan menarik untuk "dilihat" dari berbagai sisi.
Bukan rahasia lagi setelah menjadi BPIP, peran Ketua Dewan Pengarah Megawati Soekarnoputri menjadi sangat dominan. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, kepala BIP harus memperhatikan arahan Ketua Dewan Pengarah, bukan Dewan Pengarah. Mari kita lihat perbedaan pasal 10 Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2017 tentang UKP PIP Â yang berbunyi "Kepala dalam melaksanakan tugasnya memperhatikan arahan dari Pengarah", dan pasal Pasal 14 (1) Perpres Nomor 7 Tahun 2018 tentang BPIP yang selengkapnya berbunyi "Kepala dalam melaksanakan tugasnya memerhatikan arahan dari Ketua Dewan Pengarah".
Jelaslah, jika sebelumnya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya kepala UKP-PIP wajib memperhatikan arahan Dewan Pengarah yang kini berjumlah 9 orang, maka setelah menjadi BPIP hanya diwajibkan memperhatikan arahan dari ketua Dewan Pengarah.
Artinya, kepala BPIP tidak lebih hanya pelaksana ketua Dewan Pengarah alias anak buahnya. Ketua Dewan Pengarah dan Dewan Pengarah adalah dua hal berbeda. Ketua lebih personal, merujuk pada seseorang, sementara dewan bersifat kelembagaan. Ketua Dewan Pengarah bisa memberikan arahan sesuai pendapat pribadinya, sedang arahan Dewan Pengarah merupakan keputusan kolektif anggota.
Apakah hal itu yang membuat Yudi Latif memilih kembali ke habitatnya sebagai intelektual Islam moderat sebagaimana Nurcholish Madjid? Ataukah ada kekuatan tak terlihat yang menghendaki dirinya meninggalkan Istana? Menarik ditunggu.
Namun publik bisa mereka-reka dengan memperhatikan dua hal ini :
Pertama, siapa pengganti Yudi Latif. Jika dasar pengunduran diri Yudi benar seperti diuraikan pada poin kedua di atas, maka sosok penggantinya adalah intelektual dari dari lingkar dalam Megawati. Jadi tidak mungkin akan diisi politisi, terlebih dari luar kandang Banteng seperti Ali Mochtar Ngabalin meski sekarang sudah berada di istana sebagai Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden.
Kedua, sikap anggota Dewan Pengarah. Pernyataan Said Aqil Siradj, salah satu anggota Dewan Pengarah BPIP, jika dirinya rugi dan merasa kehilangan Yudi Latif, kian memperkuat argumen poin kedua. Meski kita paham, pernyataan itu standar dan lumrah, tetapi maknanya akan berbeda manakala Aqil menyebut pengunduran diri Yudi sebagai hak yang harus dihormati. Pernyataan pertama mengandung penyesalan, sedang yang terakhir justru terkesan memberi jalan.
Apapun alasannya, dapat dipastikan pengunduran diri Yudi Latif dari posisi kepala BPIP yang bergaji Rp 76.5 juta per bulan tidak terkait dengan kontestasi Pilpres 2019. Yudi yang pernah menyebut Basuki Tjahaja Purnama sebagai Robinhood dikenal sebagai intelektual Muslim yang menentang agama dibawa ke ranah politik praktis sebagaimana Nurcholish Madjid- mentornya di Paramadina, yang terkenal dengan slogan: Islam Yes, Partai Islam No.Â
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H