"Ada yang bawa susu, bawa jajanan, bawa ayam kecap. Oh iya, berasnya sekarung, banyak banget," kata Alif.
Kisah Alif juga telah membuka mata kita, masih banyak warga bangsa yang peduli dengan tetangganya, dengan saudara-saudaranya yang mungkin tidak pernah ditemuinya.
Bagi para penggiat sosial, kisah Alif juga bisa dijadikan contoh. Tidak perlu wajah murung berbaju dekil, tidak perlu gambar tetesan air mata, untuk mengajak dan menggugah kesadaran anak-anak bangsa agar mau berbagi, meringankan penderitaan orang lain.
Kejujuran adalah kuncinya. Jika Alif "ditampilkan" dengan baju dekil dan wajah murung khas pengemis anak di perempatan jalan, mungkin keinginannya untuk makan ayam kecap dan minum susu kotak, justru tidak bisa segera terwujud.
Kita berharap tidak ada Alif -- Alif lain. Pemerintah daerah harus lebih peka terhadap kondisi rakyatnya dengan membuat kebijakan yang benar-benar tepat sasaran. Jangan "memelihara" kantong-kantong kemiskinan di daerahnya demi mengejar dana pusat.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H