Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Mengapa Gaji Megawati Lebih Besar dari Presiden Jokowi?

28 Mei 2018   03:37 Diperbarui: 28 Mei 2018   15:31 4391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Jokowi bersama Ketua Dewan Pengarah BPIP Megawati Soekarnoputri. Foto: KOMPAS.com/ist

Gaji pejabat negara lebih tinggi dari Presiden bukan hal baru. Tetapi tingginya gaji Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) memang layak dipertanyakan di tengah deraan isu utang luar negeri yang membumbung. Apa tugas Dewan Pengarah yang dipimpin Megawati Soekarnoputri sehingga digaji 2x lipat dari gaji Presiden Joko Widodo?

Adanya kemiripan isu yang mengiringi kekalahan petahana Najib Razak pada pemilu Malaysia, membuat langkah Mahatir Mohamad juga menjadi sorotan di Indonesia. Terlebih saat Mahatir membuat gebrakan populis dengan memotong gaji para menterinya sebesar 10% dan munculnya gerakan iuran masyarakat negeri jiran untuk melunasi utang negara yang mencapai sekitar Rp 3.500 triliun.

Timbul pertanyaan, mungkinkah langkah serupa dilakukan di Indonesia yang kini dibebani utang luar negeri sekitar Rp 4.180 triliun? Baik pemerintah maupun DPR tidak setuju cara-cara demikian. Menurut Staf Khusus Presiden Joko Widodo Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika, Indonesia tidak perlu mencontoh Malaysia. 

Utang Indonesia "hanya" 29% dari produk domestik bruto, sedangkan Malaysia sudah di atas 50%. Sementara anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun berpendapat, rakyat Indonesia cukup patuh bayar pajak, tidak perlu ikut-ikutan patungan bayar utang negara karena pemerintah masih mampu mengelola anggaran yang ada, termasuk untuk membayar utang.

Mungin karena ingin menepis isu liar yang berasal dari Malaysia sekaligus menunjukkan jika keuangan negara masih sangat kuat, Presiden Joko Widodo lantas jor-joran membagikan uang negara kepada para pegawainya. Setelah memanjakan Aparatur Sipil Negara dan pensiunan dengan THR plus dan gaji ke-13 yang menelan anggaran hingga Rp 35 triliun lebih, Jokowi pun mengganjar Ketua dan Anggota Dewan Pengarah BPIP dengan gaji fantastis. 

Melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2018 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Lainnya Bagi Pemimpin, Pejabat, dan Pegawai Badan Pembinaan Ideologi Pancasila yang ditandatangani tanggal 23 Mei 2018, Jokowi menggaji Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Dewan Pengarah BPIP sebesar Rp 112.548.000 per bulan. 

Sementara anggota Dewan Pengarah BPIP yakni Presiden Try Sutrisno, Ahmad Syafii Ma'arif, Said Aqil Siradj, Ma'ruf Amin, Mahfud MD, Sudhamek, Andreas Anangguru Yewangoe dan Wisnu Bawa Tenaya, digaji Rp 100.811.000 per bulan.

Gaji Megawati dan anggota Dewan Pengarah BPIP jauh di atas gaji plus tunjangan Presiden Jokowi yang hanya Rp 62.740.000 per bulan (2017). Jika dibandingkan gaji menteri yang berkedudukan setara, juga sangat timpang karena Sri Mulyani dan anggota Kabinet Kerja lainnya hanya digaji Rp 5.040.000 per bulan plus tunjangan yang nilainya sekitar Rp 29 juta. 

Gaji para menteri sama dengan gaji Ketua DPR RI. Gaji Megawati hanya kalah oleh gaji Gubernur Bank Indonesia yang mencapai Rp 194 juta serta Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Mahkamah Konstitusi yang digaji Rp 121 juta per bulan.

Apa saja kerja BPIP yang merupakan metamorfosis Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) sehingga digaji "gila-gilaan"? Berdasarkan Perpres Nomor 7 Tahun 2018 BPIP mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila, melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian pembinaan ideologi Pancasila secara menyeluruh dan berkelanjutan, dan melaksanakan penyusunan standardisasi pendidikan dan pelatihan, menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, serta memberikan rekomendasi berdasarkan hasil kajian terhadap kebijakan atau regulasi yang bertentangan dengan Pancasila kepada lembaga tinggi negara, kementerian/lembaga, pemerintahan daerah, organisasi sosial politik, dan komponen masyarakat lainnya.

Sementara tugas Dewan Pengarah memberikan arahan kepada pelaksana terkait arah kebijakan pembinaan ideologi Pancasila. Itupun dibantu dengan staf khusus dan Dewan Pakar serta sekretariat tersendiri.

Lalu mengapa dengan tugas seperti itu, Ketua dan Dewan Pengarah BPIP digaji sangat tinggi? Kemungkinan pertama, Presiden Jokowi ingin menghargai para seniornya. Seperti diketahui Megawati merupakan Ketua Umum PDIP, di mana Jokowi menjadi kadernya. Sedang Try Sutrisno merupakan mantan Wakil Presiden, dan Mahfud MD mantan Ketua MK. Sementara lainnya adalah tokoh lintas agama.

Kedua, Jokowi melihat keberadaan BPIP sangat strategis di tengah merosotnya pemahaman dan pengamalan ideologi Pancasila. Dengan gaji besar tentunya Dewan Pengarah BPIP dapat bekerja maksimal sehingga mampu merumuskan strategis khusus dan memberikan masukan kepada Presiden terkait upaya pembinaan ideologi Pancasila.

Namun Mahfud MD punya dugaan lain. Menurutnya, gaji tersebut merupakan tunjangan operasional. Mahfud menekankan, dirinya dan juga anggota Dewan Pengarah BPIP tidak pernah menanyakan soal gaji dan belum pernah menerimanya pada sudah bekerja hampir setahun jika dihitung sejak BPIP masih berbentuk UKP-PIP. Pernyataan Mahfud adanya benarnya karena Perpres yang mengatur gaji Dewan Pengarah memang baru keluar 5 hari lalu.

Kita meyakini, bagi Megawati dan juga anggota Dewan Pengarah BPIP, uang bukan lagi menjadi tujuan kala menerima mandat Presiden Jokowi. Seperti halnya Mahfud, kemungkinan Megawati juga tidak tahu-menahu soal gajinya yang cukup untuk membeli satu mobil kelas LCGC. 

Untuk itu alangkah baiknya, terutama di tengah tumpukan utang negara dan turunnya tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi di sektor ekonomi yang ditandai dengan merosotnya nilai tukar rupiah, Megawati dan anggota Dewan Pengarah menolak gaji tersebut.

Jika pun tidak mau menolak karena tidak ingin "mempermalukan" Presiden, kita berharap kinerja BPIP dapat memberi manfaat sebanding bagi kemajuan bangsa. Jangan sampai BPIP justru hanya menjadi badan propaganda sebagaimana yang ada di negara-negara sosialis atau hanya serupa Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) di masa Orde Baru. 

BPIP harus benar-benar mampu merumuskan kebijakan untuk menangkal krisis ideologi dan toleransi tanpa keberpihakan dan stigmatisasi negatif pada kelompok tertentu.

Salam @yb

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun