Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya jenis premium tidak lagi menjadi isu politik setelah Presiden Joko Widodo mencabut subsidi dan menyerahkan harganya sesuai mekanisme pasar. Kebijakan itu dinilai tepat karena pada saat bersamaan rezim BBM dunia juga mulai ambruk dan beralih ke sektor energi terbarukan. Anjloknya  harga minyak mentah dunia sejak 2015 sangat mendukung kebijakan harga BBM di dalam negeri.
BBM Satu Harga, Mungkinkah?
Kebijakan pencabutan subsidi BBM diikuti dengan kebijakan satu harga di mana harga BBM di Papua sama dengan di Jawa. Awalnya masyarakat pesimis PT Pertamina (Persero) sebagai perusahaan penghasil, pengolah sekaligus penjual BBM bisa mewujudkan kebijakan tersebut. Terlebih lebarnya disparitas harga antara di Timur dan Barat Indonesia yang sudah berlangsung sejak beberapa dekade bukan disebabkan oleh permainan harga oleh spekulan semata, yang bisa dengan mudah dihentikan melalui pasokan di atas kebutuhan dan operasi pasar.Â
"Kebijakan satu harga merupakan wujud keadilan dalam kebhinekaan dan Pertamina sebagai agen minyak Negara siap untuk melaksanakannya," tegas VP Corporate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito.
Sampai 3 tahun mendatang, Pertamina bertekad akan mewujudkan kebijakan satu harga di 140 titik di sejumlah daerah, terutama Papua dan daerah-daerah terluar dan terisolasi lainnya. Saat ini beberapa daerah dengan kriteria tersebut yang sudah menikmati  BBM satu harga antara lain Ilaga (Papua), Karimunjawa yang terletak di laut utara Jawa dan sejumlah daerah di Kalimantan dan Maluku.
Misi Kenegaraan
Adim -- demikian mantan Sekretaris Perusahaan Pertagas tersebut akrab disapa, menepis anggapan Pertamina digunakan untuk melaksanakan kebijakan politik Presiden Jokowi. Siapa pun presidennya, Pertamina memiliki dua fungsi yang harus dijalankan secara bersamaan yakni sebagai perpanjangan tangan pemerintah di bidang minyak, sekaligus sebagai perusahaan profesional yang sehat dan menguntungkan. Dalam menjalankan fungsi pertama, Pertamina pun mengesampingkan faktor untung-rugi.
Namun begitu Pertamina, menyadari bahwa BBM tidak lagi menjadi primadona dunia setelah sejumlah sumber energi terbarukan ditemukan dan sudah dimanfaatkan oleh negara-negara lain. Untuk mengimbangi hal tersebut, Pertamina akan terus melakukan inovasi agar pada saatnya nanti Pertamina bisa melakukan transformasi dari perusahaan minyak menjadi perusahaan energi. Terlebih negara-negara lain, termasuk Filipina, sudah sukses memanfaatkan energi lain seperti panas bumi, secara maksimal. Sementara masyarakat Indonesia masih sangat bergantung pada minyak yang berasal dari fosil. Masyarakat dininabobokan oleh dongeng Indonesia sebagai negara penghasil minyak berlimpah sehingga enggan ketika diajak untuk berpindah ke energi terbarukan dengan alasan mahal.
Namun demikian, Pertamina bertekad untuk terus melakukan inovasi di bidang energi terbarukan yang lebih murah dan ramah lingkungan. Terlebih perkembangan dunia teknologi saat ini sangat cepat sehingga akan ada penemuan-penemuan baru yang bisa memangkas biaya produksi energi terbarukan. Dengan demikian harga jualnya kepada masyarakat juga menjadi lebih terjangkau.
Contohnya baterei pada panel surya yang berfungsi sebagai penghimpun energi sinar matahari. Saat ini harga baterainya lumayan mahal sehingga masyarakat masih enggan untuk memanfaatkan. Tetapi jika nanti sudah ditemukan teknologi pengganti baterei atau harga baterei menjadi murah, dengan sendirinya masyarakat akan beralih dari energi saat ini ke energi matahari.
Meski demikian, Pertamina harus berani melakukan inovasi dan terobosan spetakuler, bukan sekadar mengikuti "arah" politik. Jajaran Pertamina mestinya belajar pada Visi 2030 yang digelorakan Kerajaan Arab Saudi. Poin terpenting dari Visi 2030 adalah adalah mengubah ketergantungan pendapatan negara dari minyak ke sektor non minyak. Arab Saudi bahkan sudah melepas 5 % saham Aramco (perusahaan minyak milik negara), di mana dana yang diperolehnya digunakan untuk sovereign wealth fund. Demikian juga yang dilakukan raja minyak dunia John  D. Rockefeller yang mulai melepas dominasinya pada bisnis minyak dan beralih ke energi terbarukan.
Keberanian pejabat Pertamina dalam mendorong dan menggerakkan perubahan menuju perusahaan energi akan sangat menentukan apakah kelak Pertamina dapat terus survive sebagai entitas bisnis terkemuka ataukah tinggal bongkahan besi tua karena tidak ada lagi penambangan, pengolahan dan distribusi minyak.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H