Penggusuran besar-besaran terhadap warga miskin karena dianggap mengotori wajah Jakarta- menjadi penyebab banjir dan sumber kriminalitas, menyadarkan kembali warga bangsa yang “bodoh” dan “malas” pada isu kesenjangan sosial. Terlebih saat mereka diperlakukan bak warga kelas dua, hanya menumpang di negeri yang indah ini. Mereka benar-benar tidak memiliki hak sekedar untuk meminta penundaan atas gusuran rumahnya agar ada kesempatan memindahkan sekolah anak-anaknya, menyelamatkan dagangannya. Wajah penguasa mendadak hadir begitu bengis. Tidak ada ruang untuk mengadu hal-hal yang substantif, selain selfie di bawah liputan media.
Kini Jokowi- seperti biasa, hadir dengan politik hitam putihnya. Presiden Jokowi tampil gagah memadamkan api gejolak yang sudah membakar sendi-sendi bangunan bernegara. Jika ada kelompok yang dirugikan atas keputusannya, maka pihak lain juga diberi “kerugian” yang sama.
Tetapi politik hitam putih, bermain di dua sisi, tidak bisa digunakan untuk menuntaskan akar persoalan bangsa. Kobaran api mungkin padam, tetapi bara di bawah terus membara. Suatu waktu akan kembali berkobar dan mungkin saat itu sudah tidak bisa lagi dipadamkan.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H