Mohon tunggu...
Yon Bayu
Yon Bayu Mohon Tunggu... Penulis - memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

memaknai peristiwa dari sudut pandang berbeda | menolak kampanye kebencian atas nama agama

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hadapi Freeport, Jokowi Diingatkan Kejatuhan Bung Karno

24 Februari 2017   14:04 Diperbarui: 25 Februari 2017   22:00 5782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana dengan Presiden Jokowi? Dengan ekspresi datar, Presiden hanya menawab akan bersikap jika Freeport tidak mau menerima klausul kontrak yang diberikan pemerintah. Sikap seperti apa yang akan diambil Presiden Jokowi tentu sangat tergantung seberapa jauh “intimidasi” petinggi Freeport. Menarik untuk ditunggu.

Bagaimana jika Freeport menggunakan isu lama untuk menekan Presiden Jokowi? Mungkinkah Presiden Jokowi dapat bertahan?

Mari kita lihat kemungkinan serangan yang akan dilancarkan Freeport untuk menggoyah pemerintah Indonesia.

Pertama, menggunakan isu sparatis. Freeport melalui kaki tangannya di lembaga ekskutif maupun legisltaif AS, bisa menekan Indonesia terkait isu hak-hak asasi manusia. Mereka juga bisa memberikan “dukungan” kepada kelompok-kelompok yang menghendaki pemisahan wilayah Papua dari pangkuan Indonesia. Setelah negara-negara kecil di Samudera Pasifik memberikan tempat, bukan hal aneh sejumlah negara lain akan melakukan hal sama jika mendapat tekanan dari AS.

Kedua, pembatasan ekspor barang-barang dari Indonesia ke AS. Komoditi tekstil menjadi target utama yang akan dipersulit masuk ke negeri Donald Trump. Selain akan berdampak luas bagi industri tekstil dalam negeri, “larangan” masuknya tekstil dari Indonesia ke AS juga akan mendorong terjadi perang dagang yang lebih luas.

Ketiga, penguatan elemen-elemen di dalam negeri yang secara politik berseberangan dengan Presiden Jokowi. Isu-isu sensitif akan semakin marak sebagai bagian dari perang proxy.

Tentu masih ada faktor lain yang bisa digunakan AS untuk menekan Indonesia. Tetapi sebaiknya dilihat juga kemungkinan isu Freeport justru diciptakan sendiri oleh pemerintah. Sebagaimana disinyalir Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, pemerintah menciptakan isu Freeport untuk menggelorakan sentimen nasionalisme dengan target politik tertentu.

Lalu bagaimana sebaiknya kita bersikap? Jika sinyalemen Fahri Hamzah benar, maka kelak akan dicapai kesepakatan di mana Freeport mau menandatangi perubahan Kontrak Karya menjadi IUPK dengan catatan baru akan dilaksanakan setelah masa kerja Kontrak Karya II habis. Namun demikian sebelum 2021 Freeport tetap bisa mengekspor konsentrat sesuai klausul yang ada di dalam IUPK. Andai hal itu sampai terjadi, rasanya kita harus mengubur impian melihat Indonesia yang kuat dan mandiri.   

Sebaliknya, kita akan mengacungi jempol manakala Presiden Jokowi tetap keukeuh dengan keputusannya memaksa Freeport mengalihkan Kontrak Karya ke IUPK tanpa pengecualian dan harus dilaksanakan sejak penantanganan kontrak. Selama Freeport belum menandatangani IUPK, maka larangan ekspor konsentrat tetap diberlakukan, apapun resikonya.

Salam @yb  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun