Sejak dua minggu terakhir Nusron Wahid sibuk melakukan roadshow ke sejumlah alim ulama yang berbeda pendapat terkait tafsir terhadap surah Al Maidah Ayat 51. Menurut mantan ketua timses Ahok tersebut, selain bersilaturahmi, dirinya juga menggunakan ajang itu untuk tabayyun.
Pada saat bersamaan, petahana dalam pilgub DKI, Basuki Tjahaja Purnama juga melakukan roadshow ke sejumlah pihak untuk memberikan klarifikasi. Saetelah memberikan klarifikasi kepada Bareskrim Polri, hari ini Ahok- demikian sapaan akrabnya, mengunjungi istana Wakil Presiden Jusuf Kalla. Seperti diketahui, JK termasuk pihak yang menyayangkan ucapan Ahok terkait surah Al Maidah Ayat 51.
Sejumlah pihak kabarnya juga sudah menemui mantan Ketua Umum Muhammadiyah Amien Rais yang selama ini sangat keras menentang Ahok. Mantan Ketua MPR itu bahkan sempat orasi di depan massa yang menggelar demo di depan Balai Kota DKI Jakarta.
Roadshow Nusron, Ahok dan timnya ke sejumlah pihak yang mengecam pernyataan Ahok di Kepulauan Seribu, konon mengikuti “instruksi” Presiden Joko Widodo yang tidak menghendaki terjadinya kegaduhan di Ibu Kota dengan eskalasi lebih besar lagi. Sebab hal itu akan mengganggu iklim investasi yang tengah digalakkan pemerintah. Menjadikan Ahok sebagai tersangka peninstaan agama atau menutup kasus tersebut dengan alasan tidak ditemukan unsur penghinaan terhadap ayat Al Quran, sama-sama memiliki resiko dengan ongkos sosial yang sulit diprediksi.
Jika saja reaksi terhadap ucapan Ahok hanya datang dari Front Pembela Islam (FPI) atau organisasi “garis keras” lainnya, mungkin dapat diatasi dengan mudah sebagaimana yang dilakukan selama ini. Namun protes atas “tafsir” Ahok terhadap surah Al Maidah 51, sudah meluas sedemikian masif. Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang selalu dijadikan rujukan oleh polisi dalam menangani kasus-kasus terkait agama, sudah mengeluarkan “fatwa” yakni (poin ke empat) menyatakan bahwa kandungan surah al-Maidah ayat 51 yang berisi larangan menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin adalah sebuah kebohongan, hukumnya haram dan termasuk penodaan terhadap Al-Quran.
MUI juga merekomendasi agar (poin ke tiga) “Aparat penegak hukum wajib menindak tegas setiap orang yang melakukan penodaan dan penistaan Al-Quran dan ajaran agama Islam serta penghinaan terhadap ulama dan umat Islam sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Menariknya, pernyataan MUI keluar dan ditandatangani oleh Ketua MUI Ma’ruf Amin yang notabebe Rais ‘Aam PBNU 2015-2020, di mana Nusron Wahid menjadi salah satu ketuanya, meski belakangan mengajukan pengunduran diri karena berkiprah di Partai Golkar. Bergabungnya sejumlah pengurus teras PBNU dalam kelompok yang ikut memprotes pernyataan Ahok, dengan sendirinya mengeliminir tudingan jika Ahok hanya dijadikan sasaran antara karena sasaran sesungguhnya adalah merobohkan Pancasila. Sebab selama ini NU selalu berada di garda depan dalam menghadapi kelompok “garis keras” yang ingin mengganti dasar negara.
MUI juga menolak dikatakan ikut berpolitik sebagaimana tudingan Setara Institute. MUI justru balik menuding Ahok yang telah masuk ke ranah agama. Untuk memperkuat argumennya, MUI pun membeber fakta pihaknya memberikan dukungan saat Ahok hendak dilantik menjadi Gubernur DKI menggantikan Jokowi seperti terungkap dalam pernyataan Ma'ruf Amin pada 13 November 2014 lalu.
Lalu apa hasil tabayyun yang dilakukan Nusron dan Ahok? Menurut Nusron, pertemuan dengan Ma’ruf Amin berlangsung hangat dan kekeluargaan. “Beliau juga menghargai pilihan dan sikap saya," ujar Nusron.
Nusron juga membantah kunjungannya ke ketua Mui tersebut dibalut muatan politik. Menurutnya silaturahmi sudah menjadi tradisi NU. Namun pernyataan berbeda disampaikan Ma’ruf Amin. Menurut Ma’ruf, Nusron telah mengklarifikasi dan meminta maaf terkait ucapan dan pikirannya belakangan ini.
Sementara, usai bertemu JK, Ahok mengatakan dirinya dipesan agar tidak membuat pernyataan yang kontroversial. Selain itu, Ahok juga dinasehati untuk tidak banyak omong. Pesan senada pernah disampaikan oleh Megawati Soekarnoputri saat mengajak Ahok ke Blitar untuk berziarah ke makam Bung Karno.
Sedang tim yang bertugas melobi Amien Rais dan sejumlah pihak lainnya, belum membuahkan hasil yang signifikan. Amien Rais tetap keukeuh agar kasus Ahok dituntaskan menurut hukum yang berlaku. Kelompok lainnya, terutama FPI malah tetap akan melanjutkan aksi jalanan pada 4 November mendatang, meski tidak disetujui oleh MUI.
Hasil tabayyun Nusron, Ahok dan timnya ke sejumlah ulama dan tokoh nasional, akan menjadi penentu apakah kasus Ahok akan dihentikan atau diteruskan oleh Bareskrim. Terlebih saat ini Ahok- bersama Djarot Saiful Hidayat, telah ditetapkan sebagai peserta pilkada DKI dengan nomor urut 2.
Mungkin Bareskrim bisa menunda mengambil keputusan terhadap kasus ini. Tetapi hal itu hanya akan menjadi bom waktu. Terlebih jika kelak Ahok memenangkan pilkada DKI. Tekanan massa akan lebih masif lagi. Beda hal jika Ahok kalah sehingga proses hukumnya tidak akan berpengaruh terhadap jalanannya roda pemerintah di DKI.
Langkah apapun yang akhirnya diambil Bareskrim Polri, dan tentunya Presiden Joko Widodo, hendaknya mencerminkan azas keadilan dan kemaslahatan dengan menekan seminimal mungkin ongkos sosialnya. Semoga tabayyun yang tengah dilakukan Ahok, Nusron dan timnya, mendapat sambutan positif dari semua pihak.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H