Gesekan antara tuan tanah dengan simpatisan PKI, pertentangan antara kaum agama dengan kader PKI, hingga pertikaian di tingkat elit politik yang berlangsung secara brutal, adalah fakta-fakta yang tidak bisa dikesampingkan begitu saja ketika kita mempertanyakan sikap mereka-mereka yang antipati terhadap PKI.
Kita harus menolak ketika isu PKI hanya dijadikan tunggangan untuk tujuan politik tertentu- seperti menjatuhkan lawan politiknya.  Kita paham beberapa orang menjadikan isu PKI sebagai tameng untuk menutupi borok di masa lalu.  Kita pun tahu, ada segelintir elit politik yang ‘jualan’ isu PKI untuk mendapatkan panggung di pentas nasional.
Tetapi kita tidak boleh melanggar hak untuk bebas dari rasa takut (freedom from fear) seperti yang dideklarasikan Presiden Amerika Serikat Franklin D.Roosevelt. Negara harus memberikan rasa aman kepada warganya- termasuk aman dari ancaman paham yang ‘menakutkan’ mereka tersebut.
Dengan pemahaman itu, pasal larangan penyebaran ideologi marxisme dan leninisme merupakan bentuk perlindungan kepada (sebagian) warga negara, meski sebagian warga negara lainnnya menganggap paham itu sudah bukan merupakan ancaman lagi. Â Â
Bagaimana mempertemukan kedua ‘aliran’ itu? Pasal tersebut harus tetap ada dalam KUHP namun seluruh warga bangsa, terutama aktivis-aktivis pro demokrasi dan HAM, harus mengawasi secara ketat pelaksanaan dan penerapannya. Jangan biarkan siapa pun menyalahgunakan untuk tujuan-tujuan di luar semangat lahirnya pasal tersebut.
Salam @yb
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H