Sayangnya ketika mereka menyampaikan keluhan terkait hal tersebut disertai ancaman akan mundur dan memboikot pilkada DKI jika Ahok tidak mau mencabut kewajiban bagi RT/RW tersebut, Ahok langsung “naik darah”. Ahok mempersilahkan ketua RT/RW yang tidak setuju dengan kebijakannya untuk mundur. Ahok balik menuduh banyak ketua RT yang menyewakan lapak kepada pedagang. Bahkan Ahok menduga para ketua RT/RW sebenarnya bukan hendak memboikot pilkada tapi dirinya. "Itu mereka (ketua RT/RW) bukan ancam boikot pilkada, lebih tepatnya saya terjemahin, 'Kita ngancem enggak mau pilih lu (Ahok)'. Itu lebih tepat," kata Ahok seperti dikutip dari kompas.com.
Merasa aspirasinya tidak mendapat tanggapan seperti yang diharapkan, para ketua RT/RW merapat ke DPRD. Ratusan ketua RT/RW itu meminta anggota DPRD DKI Jakarta mendesak Ahok agar mencabut keharusan membuat laporan melalui Qlue. Mereka pun siap untuk mundur jika Ahok tetap keukeuh dengan kebijakannya. “Kami siap mundur jika memang Ahok tidak mau mencabut kebijakannya. Kami merasa terhina banget ketika diperintah Pemprov karena kami bukan pegawainya. Jangan nilai kami seharga Rp 10.000,” tegas Ketua Forum RT dan RW di Cilandak, Amirullah Kadir usai rapat dengan anggota DPRD DKI Jakarta di ruang Komisi A.
Mereka semakin berang ketika Kepala Biro Tata Pemerintahan Bayu Megantara yang hadir dalam rapat tersebut menjelaskan Kementerian Dalam Negeri meminta pertanggungjawaban atas uang operasional, yang diberikan kepada RT dan RW. Dalam satu tahun, Pemprov DKI menyiapkan uang operasional sebesar Rp 540 miliar untuk sekitar 33.000 RT. Dana itulah yang harus dipertanggungjawabkan oleh Pemprov DKI. Selama ini laporan dibuat oleh kelurahan dan setiap semester laporannya bisa 4 sampai 5 rim. Jadi supaya simpel, digunakan laporan RT/RW yang dikirim setiap hari melalui aplikasi Qlue.
“Berarti kami disuruh mengerjakan pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kelurahan dengan gaji Rp 975 ribu? Kami tidak keberatan membuat laporan pertanggungjawaban penggunaan uang insentif dan laporan terkait tugas-tugas RT/RW. Namun kami tidak mau kalau harus membuat laporan sehari tiga kali karena kami juga punya pekerjaan. Kalau hanya diam diri di rumah, apa cukup uang Rp 975.000 untuk hidup sebulan di Jakarta? Mestinya pemda mikir,” tegas Amirullah Kadir.
Uang Kopi
Dulu pemerintah tidak pernah memberikan uang insentif kepada ketua RT/RW. Mereka bekerja sukarela sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat dan lingkungannya. Biasanya yang dipilih menjadi ketua RT/RW merupakan tokoh masyarakat setempat. Tidak heran jika ada suatu wilayah yang ketua RT-nya tidak pernah diganti karena memang tidak ada warga yang mau memangku jabatan itu atau karena tidak ada tokoh lain yang dianggap tepat oleh warga.
Menjadi ketua RT/RW bukan pekerjaan ringan. Setiap ada kegiatan warga, termasuk hajatan, harus hadir. Belum lagi rapat-ralat di kelurahan. Ketua RT/RW juga harus siap ketika tengah malam rumahnya digedor warganya yang sedang ada masalah. Di saat warga lainnya tengah santai, nonton TV dengan keluarga, ketua RT harus tetap membuka pintu rumahnya untuk melayani warga. Pendapatan ketua RT/RW murni hanya dari sumbangan sukarela warga yang hendak membuat surat pengantar untuk membuat KTP/KK atau surat-surat lainnya di instansi terkait.
Setelah rezim berganti, sebagai bentuk penghargaan terhadap peran para ketua RT/RW, beberapa pemerintah daerah mulai mengalokasikan anggaran untuk insentif ketua RT/RW. Jumlahnya berbeda-beda. Ada daerah yang memberikan insentif hanya sebesar Rp 100.000 per bulan. Namun ada juga yang mencapai Rp 250.000 per bulan. Selain untuk membantu operasional RT, uang insentif juga dimaksudkan agar warga tidak perlu lagi memberi uang ‘kopi’ kepada ketua RT/RW saat mengurus surat yang diperlukan.
Namun kini keberadaan uang insentif justru menjaid bumerang bagi ketua RT/RW ketika Pemprov DKI Jakarta memberikan tugas tambahan yang dianggap sangat memberatkan. Akankah ketua RT/RW di Jakarta ramai-ramai mundur? Kita tidak ingin hal itu terjadi. Kita berharap Ahok bisa melakukan komunikasi yang lebih tepat agar fungsi RT/RW bisa berjalan, namun penggunaan anggaran yang mencapai ratusan miliar untuk insentif RT/RW juga tepat sasaran dan dapat dipertanggung-jawaban.
Salam @yb